Meski seperti tikus dan hidup dalam bayang-bayang, tanpa kami kalian tak bisa apa-apa. Kami membuat diri dalam bahaya konstan, sementara kalian bersembunyi dalam liang-liang, pura-pura tak kenal.
Jadi, mari kita berlaku adil. Kami sediakan segala yang kalian mau. Sebut saja. Senjata? Penenang? Buku terlarang? Itu paket terfavorit. Mesin? Mainan? Baju? Apa pun boleh. Tak perlu khawatir. Kami tak peduli dengan wajah, status, dan di mana kalian berada. Yang berhadapan dengan kalian hanyalah kurir; kami tidak pernah bertanya-tanya pada mereka tentang kalian.
Kalau kalian bisa berupa manusia dan Otoritas, kurir bisa berupa manusia atau humanoid. Ya, ya, beberapa klien tak suka melihat humanoid yang bentuknya kotak-kotak dengan mata inframerah. Padahal mereka tak pernah mengeluh membawa titipan peluru lima ratus kilo. Kau pikir kurir manusia bisa? Mikir!
Tidak peduli juga apakah kurir-kurir itu orang dewasa atau anak-anak, perempuan atau laki, sepanjang mereka setuju dengan kontrak, siapa peduli? Kami tak peduli. Aku tak peduli. Maksudku, uang yang kuperoleh juga tidak kuapa-apakan. Mungkin faktor kesenangan. Suatu saat pasti berguna.
Sekarang Otoritas memperketat pengawasan. Impor paket kian sulit. Banyak kurir tewas atau hancur saat menyeludupkannya. Mendistribusikan paket pun tak mudah. Ada patroli di mana-mana. Bahkan, kaum Otoritas yang memakai jasa kami pun tak mau meringankan kesulitan ini. Bedebah.
Tak ada Otoritas yang benar-benar suci. Oh, kami tahu borok-borok mereka. Penyedia itu ibarat batu. Kami menerima banyak informasi yang cukup disimpan saja. Bayangkan kalau kami membocorkan kejahatan Otoritas. Perang mereka melawan Antiotoritas akan terjadi terang-terangan. Kalau bukan karena 'kawan-kawan Otoritas yang baik', tak mungkin juga kami diam saja. Tentu saja. Perang adalah bisnis.
Daerahku tinggal mungkin termasuk aman. Sepanjang yang kutahu, tidak ada isu kedatangan Otoritas. Namun, aku tetap harus waspada, kan?
Hari ini memang gerah. Kurir merahku datang. Dia ini perempuan yang senang dengan warna merah dan tak memiliki ekspresi tertentu. Kadang tersenyum tipis, tapi hanya segitu.
Hari ini memang gerah. Kurir merahku menyerahkan upah yang langsung kuterima tanpa mengucapkan terima kasih. Sudah tugasnya, kan? Ia juga langsung mendapat pembayaran virtual, begitu kukonfirmasi ke dalam sistem.
"Tidak ada paket baru. Bisnis lagi sepi." Aku tak berbasa-basi.
Ia mengangguk lalu memutar tubuhnya, pergi meninggalkan ruang kerjaku. Sejenak ia berhenti. Nah, ini aneh. Ia tidak pernah begini.
"Ada apa lagi?"
Ia tidak menjawab. Tiga detik kemudian lenyap dari pandanganku. Orang yang aneh. Atau mesin? Kadang aku curiga pada gelagatnya yang terlalu diam karena--
Bunyi meraung ribut di langit. Apakah ...? Tanpa sempat beranjak dari kursi, aku terlempar entah ke mana. Bau hangus. Oh. Api. Tubuhku tak bisa bergerak.
Ah. Hari ini memang gerah.
*****