Bersentuhan langsung dan mencium aroma lama tentang museum, entah kenapa saya selalu tergerak. Seolah ditakdirkan menjadi salah satu penggiat sejarah reinkarnasi yang lahir sama tuanya dari penduduk Kerajaan di jaman Singosari. Mencintai cerita dibalik proses panjang suatu bangunan tua, menjadi sesuatu ketertarikan lain untuk saya gali lebih dalam lagi, perihal sejarah yang masih bersembunyi malu-malu di suatu tempat dari gerombolan kalimat yang hendak saya bagikan lebih banyak kepada masyarakat luas, tentang mengenal isi perut serta kiprah dari Museum Rumah Atsiri. Ibarat penggalan kata bagi anak abege kekinian istilahnya berubah, dipersingkat menjadi PDKT. Agar mereka juga mampu menelan tulisan, tenggelam, berenang-renang, menyelam, namun kita sama-sama menikmatinya. Tulisan tentang museum sengaja saya tulis dengan nuansa yang lebih segar dari biasanya, tanpa mengambil gaya vintage dalam pilihan kata tulisan lama, yang biasa berada dalam kosakata pemilihan di buku-buku sejarah yang usang, kerapkali hanya mengena pada satu, dua, tiga kalimat saja yang terbaca, namun murid-murid terlanjur ngantuk dan dehidrasi. Mungkin sedikit harus berubah haluan sementara, selipan guyonan kecil hanya sebagai tim hore agar mata tidak terlalu lelah membaca kalimat yang panjangnya melebihi kain sari pakaian asal India. Sebab, kita hendak membahas soal sejarah yang tidak semua orang tertarik mengenai cerita panjang berlarut-larut. Iya apa nggak? *Nguap.
KEMBALI KE ARTIKEL