Tak seharusnya aku membawamu dalam lingkar sengsara. Pun sesal tak membuahkan apa-apa. Aku terlalu sombong dengan menjanjikan banyak hal di kota yang hingga saat ini belum kau cicipi --mungkin takkan pernah. Setiap malam, di rumah kontrakan berdinding bambu, kau terus meminum bualan-bualan lelakimu. Kau begitu sabar mengais impian kosong yang mengantar tidurmu sembari memeluk angan-angan.
KEMBALI KE ARTIKEL