Fitnah, Firqah dan Adab
Perpecahan dalam Islam, terbentuknya firqah-firqah (sekte-sekte aliran pemahaman)Â yang diawali fitnah bukanlah fenomena baru. Fitnah yang menyebabkan perpecahan yang berdarah telah terukir dalam sejarah perkembangan Islam dan jauh sebelumnya telah diprediksi oleh Sayidina Rasulullah SAW. Kita tak akan membahasnya disini.
Dalam konteks lokal, belakangan ini sebagian dari bangsa kita juga terjerumus dalam fitnah seperti diatas. Kekerasan terhadap yang berbeda. Masih dalam segala kecil, tapi mencemaskan. Dan sayangnya media massa kurang menampilkan nasihat ulama untuk menyejukkan suasana. Yang lebih ditonjolkan kekerasan dan tuntutan pembubaran. Kebencian.
Berikut ini sedikit apa yang telah disampaikan ulama berulangkali, tentang nasihat Sayidina Rasulullah SAW dalam mensikapi huru-hara (fitnah):
"Sesungguhnya akan terjadi berbagai fitnah. Seorang yang duduk pada saat terjadi fitnah tersebut lebih baik daripada orang yang berdiri. Orang yang berdiri lebih baik daripada orang yang berjalan. Dan orang yang berjalan lebih baik daripada yang berlari kecil. Barangsiapa menyeret dirinya ke dalam fitnah tersebut, maka fitnah tadi akan membinasakannya (Muttafaq'alaih).
Lanjutan sabda beliau dalam riwayat lain yang lebih panjang: "Seseorang hendaknya mengambil pedangnya dan memukul mata pedangnya dengan batu". Nasehat menjauhi kekerasan dalam situasi fitnah. Ulama juga mengartikan pedang sebagai kiasan dari ego (nafsu, emosi, amarah).
Jelas. Ikut ambil bagian dalam huru-hara dan kekerasan (fitnah) meninggalkan adab muslim.
Kerukunan umat beragama di Indonesia
Adalah fakta sejarah bahwa agama-agama masuk ke nusantara relatif secara damai, bukan karena paksaan, bukan melalui perperangan dan bukan pula karena gerakan politik. Kedamaian dalam beragama dan kedamaian dalam hubungan atar umat bergama adalah ciri khas Indonesia dan ideal yang harus kita jaga dan kita pegang teguh.
Disatu pihak, dengan semangat bhinneka tunggal ika dan sebagai bangsa yang beradab, kita dituntut tidak hanya bisa toleran terhadap perbedaan, tetapi juga harus mampu menerima perbedaan. Khususnya mayoritas umat Islam sebagai perekat persatuan bangsa, kita secara extra diminta untuk tidak memperdebatkan perbedaan. Apalagi saling menghina karena perbedaan. Serahkan semuanya pada ulama (yang tidak berpolitik), karena merekalah ahlinya.
Lumrah jika kita menolak aqidah yang berbeda, tapi kita tidak bisa menolak atau menistakan kemanusiaan yang lain walaupun berbeda aqidah. Jalan terbaik menjaga aqidah umat Islam adalah melalui bimbingan para ulama. Kewajiban para ulama untuk mensyiarkan aqidah yang benar dengan cara damai.
Alangkah baiknya jika ada ulama di tanah air yang bersedia menerjemahkan, menyebarkan dan membahas buku-buku moderasi tradisional Islam berikut ini:
- Aqidah at-Tahawiyyah oleh Imam Abu Ja'far Ahmad ibn Muhammad At-Tahawi (the Creed of Imam at-Tahawi)
- Il-Jam al-awwami an ilm al-kalam oleh Imam Abu Hamid al Ghazzali (Return to purity in Creed)