Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Mensubsidi Kemacetan

2 Maret 2012   08:53 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:38 176 0
Harga BBM sampai saat ini belum berubah. Pemerintah belum memutuskan menaikan apa tidak. Terakhir ada keberatan dari pihak Fraksi PDI Perjuangan yang mengatakan subsidi untuk rakyat sebenarnya sudah menurun jauh sejak APBN tahun 2005 lalu. Pada tahun 2005, subsidi BBM kepada masyarakat sebesar 18.8 persen dari total APBN, sementara di APBN 2012 hanyalah 8,7 persen dari total anggaran sebesar Rp1.418,498 trilliun. (sumber)

Jadi sebetulnya besar subsidi BBM secara prosentase sudah menurun, cuma memang kalau dilihat dari nilainya terus bertambah. Bertambah besarnya nilai subsidi ini antara lain disebabkan oleh meningkatnya harga patokan minyak mentah di luar negri dan terutama juga karena meningkatnya jumlah kendaraan yang menggunakan BBM.

Selain itu juga ada faktor lainnya yang turut membuat pemakaian BBM meningkat yaitu faktor efisiensi. Terutama adalah efisiensi pemakain BBM di jalan raya, khususnya di DKI Jakarta yang tingkat kemacetannya sudah sampai ubun-ubun.

Sudah biasa jika di Jakarta dan sekitarnya kita terjebak macet hingga beberapa jam. Jika dalam keadaan sepi dari satu tempat ke tempat lainnya di Jakarta yang bisa ditempuh 60 menit, dalam keadaan jam padat bisa menjadi 90 menit. Artinya ada ketidak efisienan 30 menit. Kalau bolak balik berarti sudah 60 menit atau satu jam.

Satu jam waktu yang terbuang itu adalah kondisi mesin menyala tapi kendaraan tidak beranjak sedikitpun atau bergerak nol kilometer berarti tetap menghabiskan BBM. Hitungannya bukan lagi berapa liter untuk sekian kilometernya tetapi berapa liter untuk sekian menit. Menurut situs Komisi Energi California, dalam keadaan mobil idle (tidak bergerak namun mesin menyala) dalam satu jam bisa menghabiskan hampir 1 gallon BBM (1 gallon = 3,785 liter).

Itu artinya jika Anda mengalami keterlembatan perjalanan selama 1 jam sehari dari yang seharusnya, maka BBM yang terbuang akibat kemacetan itu adalah:
3,785 liter x Rp. 4500,-/liter = Rp. 17.000,-/hari (pembulatan)

Dalam sebulan tinggal di kalikan 30 karena sekarang ini hari Sabtu dan Minggu, di Jakarta dan sekitarnya, juga sudah mengalami kemacetan.
30 hari x Rp. 17.000,-/hari = Rp. 510.000,-

Angka yang lumayan. Itu untuk satu kendaraan. Di Jakarta pada tahun 2010 terdaftar (pembulatan) 5 juta kendaraan roda dua dan 2,5 juta kendaraan roda empat ke atas.

Jika hanya separohnya kendaraan roda empat yang mengalami kemacetan harian, maka dalam sebulan terjadi pemborosan:
50% x 2,5 kendaraan x Rp. 510.000 = Rp. 637,5 milyar.

Dan selama setahun angka perkiraanya menjadi
12 x Rp. 637,5 milyar = Rp. 7,650 trilyun.

Lumayan khan. Sebagai perbandingan total biaya untuk pengerjaan jalan layang non tol Pangeran Antasari-Blok M dan Kampung Melayu-Tanah Abang (KH. Mas Mansur) diperkirakan mencapai Rp 737 miliar atau hanya sekitar 10% dari pemborosan BBM.

Untuk ilustrasi tambahan, pemakaian premium di Jakarta pada tahun 2008 sebanyak 3,5 milyar liter atau jika dikalikan Rp. 4.500,- nilainya sebesar Rp. 15,75 trilyun. Jadi kalau perkiraan perhitungan biaya macet di atas itu benar maka bisa separoh pemakaian BBM terbuang sia-sia karena kemacetan. Dan ini belum termasuk biaya produktivitas tenaga kerja yang hilang karena lama di jalan dan kelelahan serta kerusakan komponen kendaraan yang lebih lama dipakai dari yang seharusnya.

Seandainya pemerintah DKI dan Pusat serius menghilangkan kemacetan di Jakarta tentu subsidi BBM di APBN bisa ditekan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun