Pembuktian dengan menggunakan alat-alat bukti elektronik di persidangan mempunyai perdebatan tersendiri seperti pada kasus pemeriksaan saksi menggunakan teleconference pada kasus BULOG dan perkawinan/ijab qobul yang dilakukan beda negara. Selain itu terdapat beberapa kendala lainnya seperti 1. Autentikasi alat bukti elektronik 2. Tata cara memperlihatkan alat bukti elektronik dan 3. Tanda tangan elektronik. Penerapan Peradilan Elektronik (E-court) sangat membantu terwujudnya Visi Mahkamah Agung menjadi Badan Peradilan Indonesia yang agung, yang pada poin ke- 10 perwujudan Visi Mahkamah Agung dalam Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010- 2035 adalah mewujudkan Badan Peradilan Modern dengan berbasis teknologi informasi terpadu2. Dalam upaya mewujudkan Visi Mahkamah Agung tersebut, telah dinyatakan adanya Modernisasi Manajemen Perkara, mulai dari Pelaporan Perkara berbasis Elektronik, Migrasi ke Manajemen Perkara Berbasis Elektronik hingga Pengadilan Online.hukum pembuktian di Indonesia (dalam hal ini hukum acara sebagai hukum formal) belum mengakomodasi dokumen elektronik sebagai alat bukti, sementara beberapa undang-undang yang baru telah mengatur dan mengakui bukti elektronik sebagai alat bukti yang sah, yaitu antara lain dalam: Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, Undang- undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan lebih jauh UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang telah mengatur mengenai Keputusan Pejabat berbentuk Elektronik (hal mana telah menggeser konsep objek dalam sengketa TUN, yang bersifat tertulis).
KEMBALI KE ARTIKEL