Orang Saudi menyebutnya dengan Sai Khalib. Sai adalah Teh, adapun Khalib adalah Susu. Jadi Sai Khalib adalah Teh Susu ala Arab. Minuman panas yang pas dinikmati di musim dingin seperti sekarang.
Sampai sekarang saya tidak tahu apakah di Saudi juga ada perkebunan Teh seperti di Indonesia. Saudi mungkin mempunyai Kebun Kopi yang sudah berusia ratusan tahun di wilayah selatan. Namun rasanya Saudi tidak punya kebun Teh.
Karena itu beberapa kali iseng suka bolak-balik kotak teh celup yang banyak dijual di pasaran. Hanya untuk melihat darimana teh ini berasal. Dan sampai sekarang belum menemukan teh yang berasal dari dalam negeri Saudi. Semuanya dari luar.
Diantara teh di pasaran yang cukup terkenal ternyata Made In Jordan. Masih tetangga Saudi di Semenanjung Arabia, tapi dikenal sebagai daerah subur. Banyak menghasilkan produk pertanian.
Selain itu saya juga belum tahu apa perbedaan signifikan antara Teh dari Indonesia dengan Teh dari semenanjung Arab. Namun pastinya pasti ada kandungan yang berbeda. Seperti ketika beberapa waktu lalu seorang Barista Indonesia yang sudah cukup lama bekerja di Saudi memberi tahu salah satu perbedaan Kopi Saudi dan Kopi Indonesia. Selain ditambah rempah-rempah, perbedaan signifikan Kopi Arab dibanding Indonesia adalah kandungan kafein nya. Kopi Arab memiliki kandungan Kafein lebih tinggi dibanding Indonesia. Karenanya bila sudah minum Kopi Arab, siap-siap untuk melek semalaman.
Bila kita menilik riwayat Kopi di Arab serta kehidupan sosialnya, keterangan Barista Indonesia itu rasanya masuk akal.
Misalkan saja bila dilihat dari sisi sejarah. Disebutkan bahwa salah satu fungsi minum Kopi bagi orang Arab adalah supaya mereka bisa kuat berdzikir semalam suntuk. Ketika biji Kopi pertama kali datang dari Ethiophia ke Yaman, orang Yaman meminumnya supaya bisa ibadah semalam suntuk. Diantara para peracik dan penikmat Kopi adalah kaum sufi.
Begitu juga bila kita menilik kehidupan sosialnya. Dibanding Indonesia, sepertinya ritme kehidupan malam di Arab berdenyut lebih panjang. Supermarket baru tutup pada pukul 12 malam. Toko-toko di sebuah mall mungkin sudah tutup pada pukul 12 malam. Namun orang-orang terlihat masih lalu-lalang baik di food court, cafe atau area permainan.
Konon ritme kehidupan malam ini berjalan lebih lama lagi pada Bulan Ramadhan. Bagi yang fokus beribadah di bulan Ramadhan, maka selepas tharawih adalah waktu beribadah sampai shubuh. Bagi yang lainnya, malam adalah waktu bercengkrama atau melakukan aktivitas lainnya sampai Shubuh. Sebelum nanti tidur setelah shubuh dan jam kerja pun mundur.
Mungkin, sekali lagi mungkin, karena itu juga orang Arab menghitung perputaran waktu dengan berpatokan pada Bulan bukan Matahari. Selain memang siang yang terik di gurun tidak kondusif untuk memperhatikan Matahari, juga karena aktivitas malam berjalan cukup lama. Sekali lagi ini mungkin. Saya belum menemukan argumen ilmiah untuk membuktikan pendapat ini.
Kembali ke Sai Khalib.
Bagi orang Indonesia, Teh Susu pastinya bukan hal yang aneh. Cara membuatnya pun tidak rumit seperti membuat Kopi Arab. Cukup memasukan teh celup ke air panas, setelah itu masukan juga susu cair. Lalu tambah gula bila ingin terasa manis.
Hal berbeda mungkin ada pada komposisi susu nya. Di Indonesia bila kita memperhatikan kemasan sebuah produk yang disebut susu, kita sering bingung apakah ini susu ditambah gula atau gula ditambah susu. Karena seringkali kandungan gula nya jauh lebih banyak ketimbang susu nya.
Ini yang berbeda denga Sai Khalib. Susu yang dimaksud adalah benar-benar
Susu. Bukan gula dicampur susu atau susu yang sudah dicampur gula.
Hal ini sepertinya karena kontrol terhadap industri makanan dan minuman di Saudi relatif sangat ketat.
Ketatnya kontrol terhadap industri makanan dan minuman terlihat bila kita melihat daftar menu di sebuah rumah makan. Pada setiap menu yang disajikan, tercantum berapa jumlah kandungan kalorinya.
Ini tentunya diluar regulasi mengenai dilarangnya menjual makanan dan minuman haram menurut agama Islam. Seperti larangan bagi toko menjual minuman beralkohol.
Ketatnya kontrol terhadap makanan dan minuman juga terlihat dari kontrol terhadap bisnis Rumah Makan.
Beberapa pegawai di Rumah Makan Indonesia sempat menceritakan betapa banyaknya denda bagi bisnis Rumah Makan mereka. Padahal bisa dikatakan bahwa yang dilanggar adalah hal biasa saja. Bukan sesuatu yang serius. Setidaknya menurut ukuran Indonesia.
Seperti denda 500 riyal, sekitar 2 Juta rupiah, karena ketika ada inspeksi mendadak yang random, ditemukan kalau AC Rumah Makan telat dihidupkan.
Denda akan bertambah bila inspektor yang bekerja tanpa kompromi, nyelonong masuk dapur tanpa permisi dan menemukan penggorengan yang kotor atau minyak goreng yang tidak diganti. Belum lagi bila kaca display tidak bersih atau terpercik bumbu makanan. Kas Rumah Makan bisa terkuras ribuan riyal untuk membayar denda.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, lumayan rumit dan berat.