Mohon tunggu...
KOMENTAR
Trip Pilihan

Cukur Rambut dan Minyak Mentah Arab Saudi

2 Desember 2023   14:41 Diperbarui: 2 Desember 2023   15:02 165 5
Cukur Rambut dan Minyak Mentah Arab Saudi

Ketika mobil bergerak keluar Kota Ahsa, seperti biasa di sisi kiri dan kanan jalan adalah hamparan padang pasir. Di beberapa sudut padang pasir, terlihat hamparan pasir tidak bertepi. Sementara di beberapa sudut lain masih terlihat pemukiman penduduk. Adapun diatasnya berjajar menara sutet yang menghantarkan kabel listrik ke berbagai arah.

Namun ada yang berbeda dengan gurun yang biasa kami lihat dalam perjalanan ke Makkah dan Madinah. Diatas gurun terlihat ada pipa-pipa besi menyembul. Sementara di beberapa titik juga terlihat seperti ada tiang pancang. Seperti tiang yang menjadi penanda sebuah area.

Sebelum keheranan kami berlanjut, teman perjalanan memberitahu. Katanya dibawah tanah itu cuan semuanya. Di area yang sudah diberi tanda itulah terdapat limpahan minyak mentah yang dibutuhkan dunia. Sumber energi yang menjadi kekayaan Arab Saudi selama ini.

Jadi bila kekayaan Indonesia terletak diatas tanah berupa tumbuhan hijau menyegarkan yang menjadi paru-paru dunia, maka kekayaan Arab Saudi justru berada dibawah tanah. Cadangan minyak mentah yang menjadi nafas dan game changer kehidupan di padang pasir.

Informasi teman diatas kembali mengingatkan saya pada minyak dan wilayah di Saudi. Bahwa dari 12 Juta barrel minyak mentah yang disedot Aramco setiap hari, kebanyakan didapat dari wilayah Timur Saudi. Seperti di Dhahran, Abqaiq dan Safaniya. Kota Ahsa merupakan salah satu wilayah Timur Saudi.

Namun karena kami di Ahsa kurang dari satu hari, tidak banyak cerita yang didapat dari Ahsa dengan minyaknya. Hal yang didapat justru cerita Ahsa dengan cukur rambutnya.

Di Kota Ahsa kami bertemu dengan orang Garut. Salah satu Kota di Jawa Barat dimana sekelompok masyarakatnya sangat menyenangi dan mahir memangkas rambut.

Sebagaimana tenaga kerja migran umumnya, tanah air sendiri adalah tempat paling tempat mencari penghidupan. Karenanya dia sempat kembali ke Garut setelah sekian lama bekerja di Ahsa. Namun krisis karena Covid-19 dan tawaran kembali bekerja di tempat lama, membuatnya kembali ke Ahsa.

Ketika ditanya mengenai perbedaan mencukur orang Arab dan orang Indonesia, pemangkas rambut ini menjawab seperti kebiasaan orang Sunda kalau sedang "ngariung." yaitu bercanda dan tertawa.

Menurutnya mencukur di Indonesia itu dua kali membosankan. Bosan karena menunggu pelanggan dan bosan lihat tarif nya yang kecil. Karena orang Indonesia hanya bercukur sekitar 1-2 bulan sekali dengan tarif sekitar 15-25 ribu.

Situasi ini berkebalikan dengan Saudi. Orang Saudi bisa bercukur sampai 3 kali dalam seminggu. Dia mempunyai pelanggan yang bila ada rambunya yang menyembul sedikit saja sehingga terlihat tidak rata, maka dia akan kembali ke tukang cukur.

Katanya dia sempat "mengusir" orang tersebut untuk tidak datang lagi. Menyuruhnya untuk mencari tempat cukur lain. Karena dia sudah bosan mencukur dia terus.

Setelah diingat-ingat kembali, sepertinya memang frekuensi orang Saudi untuk cukur rambut sangatlah tinggi. Saya baru tersadar bahwa dekat dengan tempat kami tinggal di Riyadh, ada banyak pencukur rambut. Di dua sisi jalan utama dua arah sepanjang kira-kira 750 meter, rasanya ada lebih dari 10 barber shop yang jarang terlihat kosong.

Bila kita meminta mereka mencukur, mereka akan menawarkan dahulu apakah mau dicukur memakai mesin atau gunting. Setelah kita memilih, dia akan membungkus badan kita dengan kain plastik sekali pakai. Ruangan ber AC sepertinya sudah menjadi standard pelayanan. Tarifnya sekitar 25-30 Riyal atau 100-120 ribu sekali cukur. Bisa dibayar cash, bisa juga secara digital.

Cerita tentang Saudi dengan minyaknya, justru kami dapatkan di Kota berikutnya, Al-Khafji. Sebuah kota yang juga berada di wilayah Timur Saudi yang berbatasan dengan Kuwait. Di kota ini terdapat ladang minyak di lepas Pantai.

Karena ladang minyak tersebut berada di perbatasan antara Saudi dan Kuwait, maka saham ladang minyak tersebut pun dibagi dua. Saudi menjadi pemilik terbesar dengan 51% dan sisanya untuk Kuwait. Pengelolanya adalah KJO, Khafji Joint Operation.

Menurut orang Khafji, KJO di Khafji "hanya" menghasilkan 300 ribu barrel perhari. Disebut "hanya" karena jauh dibawah produksi minyak Saudi secara keseluruhan.

Begitu juga bila dibandingkain dengan minyak yang dihasilkan di kota-kota lain Saudi. Seperti Dhahran yang bisa memproduksi sekitar 5 Juta barrel per hari, Abqaiq 1 Juta barel per hari, dan Safaniya 1,3 Juta per hari. Atau ladang minyak Khurais di Provinsi Riyadh yang memiliki kapastias produksi sekitar 1 Juta barel per hari.

Namun angka 300 ribu barel per hari ini bagi Indonesia akan menjadi angka fantastis. Karena dari Sabang sampai Merauke, Indonesia hanya mampu memproduksi minyak mentah 600 ribu barel per hari.

Apalagi bila membandingkan gaya hidup pegawai Pertamina dengan 600 ribu barel per hari, dan pegawai Aramco dengan 12 Juta barel per hari. Meskipun tidak semuanya, terlihat ada gaya hidup yang terbalik antar keduanya.

Kota Khafji yang berada di sisi teluk Arab, Arab Gulf, juga mempunyai karakter suhu berbeda dengan Saudi lain. Namun sepertinya karakter suhunya sama dengan kota-kota yang berada di sisi Teluk Arab.

Kota seperti Riyadh yang berada di tengah gurun di semenanjung Arab, dikenal mempunyai suhu panas tapi kering. Meskipun suhu sedang panas, tubuh tidak berkeringat. Air yang keluar dari tubuh seperti kering kembali tersapu panas. Kelembaban udaranya rendah sehingga makanan kerap lebih tahan lama.

Berbeda dengan kota seperti Khafji yang berada di bibir teluk Arab. Suhu di musim panas bisa mencapai angka 50 derajat Celsius. Ketika suhu panas, air laut di Teluk Arab menguap dan kelembaban udara pun meningkat. Ketika kita keluar ruangan, hanya dalam waktu singkat badan akan berkeringat deras. Meski kita tidak sedang berolahraga. Sepertinya bila keluar rumah, kita mesti membekali kain untuk mengeringkan keringat di wajah.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun