Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Mencari Kebahagiaan dengan Cara Lain

19 Januari 2014   23:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:40 113 3

Pagi ini mendapatkan sebuah cerita yang cukup menginspirasi dan sayang jika dilewatkan begitu saja. Sekedar untuk mengingatkan kita semua. Tentang arti sebuah kebahagiaan.

Seorang pemuda sekira umur  penghujung 20-an tahun sedang duduk merenung di tepi telaga. Raut mukanya sedih, tak bersemangat. Tampak kegalauan pada rona wajahnya. Sesekali dia melemparkan kerikil-kerikil kecil ke dalam danau atau mencabuti rumput yang tumbuh di sekelilingnya. Pandangannya kosong. Beban berat seakan tengah menghimpitnya.

Lelaki separuh baya yang dari tadi memperhatikan pemuda tersebut, merasa terenyuh. Dia dekati pemuda itu dan penasaran. “Tampaknya kau sedang galau. Apa yang sedang kamu pikirkan?”. Sang pemuda tak segera menjawabnya. Dia menghela nafas panjang. Ada hempasan beban dalam tarikan dan hembusan nafasnya. “Saya cape. Telah lama saya mencoba mencari kebahagiaan, namun tak kunjung saya dapatkan”.

Lelaki paruh baya mencoba menatap sang pemuda. Berusaha untuk memberikan keyakinan. “Benarkah kau ingin mencari kebahagiaan? Kalau kau mau ikuti saranku, silakan. Di sana ada hutan kecil, cobalah masuk ke sana. Tangkaplah seekor kupu-kupu, tapi ingat, jangan sakiti kupu-kupu itu. Niscaya, kamu akan beroleh kebahagiaan yang kamu cari selama ini”.

Entah apa yang menggerakkan sang pemuda sehingga mempercayai saran lelaki paruh baya yang tidak dia kenal. Dia pikir, toh tidak ada ruginya jika dia mengikuti saran lelaki tua itu. Daripada duduk merenung terus.

Sang pemuda segera beranjak dari perenungannya, memasuki hutan yang tidak jauh dari telaga. Hutan kecil itu sebenarnya ada di tengah kota, sebuah hutan kota yang saat ini mulai jarang kita temui. Tergerus oleh tangan-tangan manusia, atas nama pembangunan.

Matanya takjub. Di dalam kawasan hutan kota, banyak sekali kupu-kupu. “Ah, ternyata, tugasnya mudah sekali. Pasti tidak akan sulit untuk menangkapnya”. Pemuda itu mulai mencoba untuk mengejar kupu-kupu. Berlari-lari kecil ke sana kemari. Semak berduri pun tak gentar dia terobos. Jatuh bangun, tak kenal putus asa. Galau yang dia rasakan mulai terlupakan. Terbang terbawa kupu-kupu. Dia mulai fokus mengejar kupu-kupu. Apa yang ada di benaknya, tidak seperti kenyataan. Kupu-kupu yang begitu banyak beterbangan seakan  hendak memperoloknya. Semakin dia berusaha untuk mengejarnya, semakin sulit untuk ditangkap. Selalu saja luput.

Akhirnya, dia memilih untuk istirahat sejenak, terduduk di atas hamparan rumput. Nafasnya mulai tersengal. Mencoba tenangkan diri sambil berpikir, mencoba mencari cara lainnya. Pandangannya tak lepas menatap kupu-kupu yang tetap beterbangan kian kemari. Tetap mengepakkan sayap-sayap kecil nan rapuh, menawarkan keindahan. Seakan tidak perduli dengan makhluk yang jauh lebih besar darinya, yang mencoba untuk menangkapnya.

Sambil melepas lelah, si pemuda perlahan mulai mengagumi keindahan begitu banyaknya kupu-kupu yang beterbangan. Sayapnya menyemburatkan warna-warni indah. Melukis alam sekeliling menjadi penuh warna. Sang pemuda mulai memasuki perenungan. Mereka tidak berdosa. Mengapa harus ditangkap? Justru dengan umurnya yang pendek, kupu-kupu berusaha menawarkan keindahan walau sesaat, untuk kebahagiaan makhluk lainnya. Berupaya untuk memiliki makna dan guna bagi makhluk sekitarnya. Mengapa harus mencari kebahagiaan dengan menyakiti makhluk lainnya? Kebahagiaan tidak perlu ditangkap. Tanpa menangkap kupu-kupu, pemuda itu telah beroleh kebahagiaan. Bahagia karena dapat menikmati lukisan alam sebuah hutan kota yang indah. Yang dilengkapi dengan warna-warni kupu-kupu yang menjadi penghias sempurna. Bahagia karena dapat menikmati keindahan tanpa harus menyakiti.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun