Suasana dan aroma Natal mulai terasa sejak Bulan November. Bahkan di gereja-gereja, persiapan menjelang Natal sudah dilakukan sejak beberapa bulan sebelumnya. Hiruk pikuk Natal juga begitu kental terasa di pusat-pusat perbelanjaan. Semua seakan berlomba untuk menghadirkan suasana Natal dengan kondisi kekiniannya. Dalam wujud yang tidak sepenuhnya tepat. Tengoklah pusat-pusat perbelanjaan di Jakarta. Memasuki Bulan November adalah saatnya untuk mulai mewujudnyatakan kemeriahan Natal yang dikemas dalam balutan bisnis. Pusat-pusat perbelanjaan sibuk menghias diri dan tak lupa mengumandangkan lagu-lagu Natal, seakan mereka adalah pusat perayaan Natal. Indahnya beragam bentuk pohon Natal, pernak-pernik lucu dan menggemaskan, hiasan yang serba gemerlap, lampu-lampu Natal yang berkerlip warna-warni, sinterklas yang membagikan hadiah Natal (walau sebenarnya ibunya yang membayar), serta tawaran diskon Natal, seolah menyempurnakan. Semua seakan ingin mengungkapkan Natal yang “serba meriah, serba indah, dan serba gemerlap”. Padahal tidak demikian halnya bagi sebagian orang. Mungkin bagi sebagian orang, Natal kali ini sedang kelabu. Tidak dapat dilalui dalam kegembiraan karena tidak dapat berkumpul dengan keluarga. Atau tengah dalam kondisi tergolek lemah karena sakit. Atau dalam kondisi kedukaan ditinggal orang terkasih. Atau tengah mengalami kemelut, mengalami permasalahan rumit. Atau tengah menghadapi pergumulan berat. Atau merasa terpinggirkan, merasa tersisihkan. Negeri kita juga tengah mengalami pergumulan. Tengah diuji dengan berbagai badai. Tengah sakit karena ulah sebagian orang. Tengah menanti raja Damai sesuai dengan tema Natal tahun 2013, yaitu “Datanglah, Ya Raja Damai”. Perayaan natal kali ini diliputi suasana keprihatinan karena beberapa kondisi yang terjadi. Di tengah harapan datangnya pembawa damai dan penegak keadilan. Keprihatinan pada integritas para pemimpin bangsa yang kian rendah. Komitmen pada kepentingan rakyat yang terus tergerus oleh kepentingan kekuasaan. Natal juga memiliki makna bagi orang-orang yang terpinggirkan, tersisihkan. Makna solidaritas bagi sesama yang tengah bergumul dengan berbagai kemelut dalam hidupnya. Tengah menanti raja Damai Natal telah tiba. Masih terngiang pesan pada kebaktian menjelang Natal semalam. Kabar kelahiran Yesus diberitakan kepada para gembala, orang-orang yang kala itu dianggap terpinggirkan dan tersisihkan. Dianggap tidak memiliki makna penting dalam kehidupan. Namun tidak demikian halnya bagi Allah. Allah juga berkehendak untuk menjadikan para gembala bagian penting dalam peristiwa besar, peristiwa hadirnya Yesus ke dalam dunia. Intinya, Allah tidak pernah meninggalkan orang-orang yang dianggap oleh kebanyakan tidak memiliki peran dan makna penting dalam kehidupan sehari-hari. Allah justru menempatkan mereka sebagai bagian dari peristiwa kelahiran Kristus. Untuk itu, hendaknya kita tidak berkecil hati dengan peran dan kapasitas kita masing-masing. Tuhan telah memberikan peran yang tidak kalah penting. Kita tidak perlu menunggu menjadi matahari untuk berbuat sesuatu bagi sesama dan bagi negeri. Cukuplah menjadi lilin yang dengan cahaya kecilnya mampu memberikan terang bagi kegelapan di sekitarnya. Hari ini telah lahir bagi kita, Juru Selamat. Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya. Selamat hari Natal bagi yang merayakan. Damai di bumi, damai di hati. Salam. (Del) Sumber Gambar:
liputan bisnis
KEMBALI KE ARTIKEL