[caption id="attachment_2215" align="aligncenter" width="300" caption="Ilustrasi : Time for Change. Sumber :
http://theinspiredva.com/wp-content/"][/caption] Belakangan, budaya Korea seakan menyergap tiada henti, datang bertubi-tubi. Sengatan budaya asal negeri Ginseng menerpa Indonesia. Sebutlah budaya K-Pop, Drama Korea, baju ala artis Korea, kuliner Korea, destinasi wisata Korea dan Pulau Jejunya, juga tidak ketinggalan perawatan kecantikan ala Korea hingga operasi plastik. Operasi plastik tidak pernah surut peminat, bahkan semakin banyak peminatnya. Orang rela menghamburkan puluhan juta uangnya untuk mengubah bentuk wajah maupun tubuhnya. Dengan jalan operasi, mereka berharap agar tubuh yang tidak proporsional dan kurang menarik dapat berubah menjadi lebih indah dipandang. Lewat operasi plastik, mereka berharap agar wajah yang semula standar dapat menjelma laksana artis terkenal, berubah menjadi cantik. Yang gemuk mendamba tubuh kurus, yang kurus bermimpi untuk memiliki tubuh sexy. Singkatnya orang merindukan terjadinya perubahan radikal. Orang berlomba ingin mengalami metamorfosis seperti yang terjadi pada seekor kupu-kupu. Dalam hitungan hari, ulat buruk rupa akan berubah secara radikal menjadi kupu-kupu nan cantik jelita. Perubahannya radikal, sangat berbeda jauh dari bentuk asalnya. Bisa dikatakan perubahan secara instan. Tidak ada yang salah dengan metamorfosis. Justru setiap orang harus memiliki tekad dan niat untuk berubah. Berubah untuk menjadi lebih baik. Tidak hanya perubahan secara fisik, namun yang lebih penting perubahan hati. Sebuah metamorfosis hati. Wujudnya dapat berupa lenyapnya sifat-sifat buruk yang lama melekat dan terganti oleh sifat baik atau berupa perubahan keimanan kita pada Tuhan. Relakan diri kita untuk berubah menjadi makin beriman, makin bersandar pada Tuhan. Teringat kisah seorang ibu (sebutlah Bu Mira) yang saya rasa dapat menjadi sumber inspirasi bagi hidup kita. Seorang ibu dengan 3 orang anak yang membutuhkan bimbingan, kasih sayang, pendampingan, dan limpahan materi selayaknya. Satu waktu, suaminya terlilit hutang bisnis yang demikian besar sehingga tidak mampu untuk membayar.
Debt collector mulai kerap datang ke rumah. Perlahan tapi pasti satu persatu rumah, mobil, dan tabungan mulai terkuras. Suami yang tidak tahan menanggung beban hidup, mulai mencari pegangan di luar Kuasa Allah. Depresi akibat beban hutang membuatnya terpuruk dan bersandar pada kuasa lain, pada kekuatan supranatural, dukun, dan paranormal. Ketika menyadari kuasa di luar Tuhan tidak mampu memberikan jalan keluar, Sang Suami pergi meninggalkan rumah tanpa pesan. Tinggallah Bu Mira, harus menanggung sejumlah besar beban hutang yang tersisa dan beban membesarkan ketiga anaknya. Bu Mira tidak mau patah semangat. Beliau berupaya keras dengan berbagai usaha untuk menutupi hutang-hutang suaminya dan mendidik serta mendampingi ketiga anaknya. Selain bekerja, beliau tidak lupa untuk tetap mendoakan suaminya agar dapat berubah. Setiap pagi sebelum berangkat kerja dan malam sebelum terlelap, senantiasa berdoa, “Tuhan, ubahkanlah suamiku, agar dapat menyadari kesalahannya”. Tanpa kenal lelah beliau bekerja dan berdoa. Waktu terus bergulir tanpa adanya tanda-tanda berita dari Sang Suami. Suami tidak kunjung pulang. Tidak ada keajaiban yang terjadi. Dia tetap harus bekerja keras untuk melunasi hutang-hutang suaminya. Namun, perlahan, hutangnya sudah mulai berkurang. Hasil kerja kerasnya mulai menampakkan hasil. Empat tahun berlalu, akhirnya kabar tentang suami didapat. Suami pulang ke rumah. Namun yang terjadi tidak seperti harapannya. Suami pulang justru dengan menambah beban baginya. Suami pulang dalam kondisi sakit parah.
Stroke telah menyerangnya. Bu Mira harus menerima kenyataan, sekarang bebannya harus ditambah dengan merawat suami yang tidak dapat berjalan, hanya dapat terbaring lemah di tempat tidur. Menyerahkah Bu Mira? Tidak. Beliau tetap berbesar hati, menerima suaminya, merawatnya, dan memberikan pengertian kepada anak-anaknya bahwa bagaimanapun, suaminya adalah ayah dari anak-anaknya. Dia tidak akan membiarkan anak-anaknya membenci ayahnya sendiri. Ada satu yang berubah pada Bu Mira. Beliau telah mengubah doa yang setiap pagi dan malam diucapkannya. Dia tidak lagi mengucapkan, “Tuhan, ubahkanlah suamiku, agar dapat menyadari kesalahannya”, tapi menggantinya dengan, “Tuhan, kuatkan saya. Jadikanlah saya Ibu dan Ayah bagi anak-anak saya”. Tanpa dia sadari, doa itu telah menjadi sumber kekuatan bagi dirinya untuk tetap tegar dan kuat dalam menghadapi cobaan hidup yang berat. Dia hanya memiliki keyakinan, bahwa berarti dia terpilih oleh Tuhan karena dianggap dapat menghadapi cobaan yang dihadapinya. Akhirnya suaminya meninggal. Bu Mira merasa bahagia karena masih dapat mengurus suaminya ketika sakit hingga ke pemakamannya. Tidak ada dendam di hatinya. Apakah keajaiban telah terjadi pada kehidupan Bu Mira? Apakah mujizat tengah bekerja dalam diri Bu Mira? Jika kita melihatnya secara sempit, kita tidak melihat keajaiban dan mujizat di sana. Bu Mira tidak mendapatkan suaminya berubah menjadi sadar akan kesalahannya. Bu Mira tetap harus bekerja ekstra keras untuk melunasi hutang-hutang suaminya, membesarkan anak-anaknya, bahkan ditambah pula dengan merawat suaminya hingga akhir. Tetapi jika kita melihatnya secara utuh, Bu Mira telah menyadari bahwa tidak mungkin meminta Tuhan untuk mengubah orang lain. Yang bisa dia lakukan adalah mengubah dirinya sendiri terlebih dahulu, dengan pertolongan Tuhan. Dia tidak lagi menginginkan Tuhan untuk mengubah suaminya, tapi dia menginginkan agar Tuhan memberikan kekuatan pada dirinya untuk menghadapi permasalahan yang dia hadapi. Saatnya untuk berubah. Berubah ke arah yang lebih baik. Menanggalkan semua kebiasaan buruk, meninggalkan semua perilaku buruk. Mengubah diri menjadi lebih baik. Semoga Tuhan memberikan kekuatan. Jangan pernah kecewa akan jawaban yang Tuhan berikan, karena Tuhan telah memiliki rencana-Nya sendiri. Rencana yang lebih besar dan lebih indah. Rencana yang akan Tuhan wujudkan jika kita mau berubah. Seperti Bu Mira. Sekarang beliau dapat memetik hasilnya. Hutang-hutangnya telah lunas dan ketiga anaknya telah menyelesaikan kuliahnya dan bekerja. Tuhan memang senantiasa memiliki rencana yang selalu indah pada waktunya. Selamat Hari Paskah bagi yang merayakannya dan selamat hari libur untuk semuanya. Salam. (Del)
KEMBALI KE ARTIKEL