[caption id="attachment_2222" align="aligncenter" width="300" caption="Sri Mulyani Indrawati . Sumber :
http://tokohtokoh.com/"][/caption] Masih ingat dengan mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati? Dua hari belakangan ini, namanya mencuat kembali setelah Jokowi mengakui bahwa Sri Mulyani pun ikut dipertimbangkan sebagai calon wakil presiden. Saya rasa, Sri Mulyani memang layak untuk dipertimbangkan. Dia juga memiliki keunggulan. Sri Mulyani memiliki tiga kartu As yang menjadikannya lebih unggul dibandingkan dengan yang lainnya. Apa itu? Jawaban yang sama akan dihasilkan jika ada yang bertanya, “Tiga kata apa yang dapat menggambarkan Sri Mulyani?”. Sri Mulyani memiliki 3 kartu As, yaitu cerdAs, lugAs, dan tegAs. Tiga kata itu pula yang dapat menggambarkan sosok Sri Mulyani. Memang Indonesia ini sedikit aneh. Sungguh sangat disayangkan. Seorang Sri Mulyani yang jelas-jelas memiliki potensi yang besar, memiliki kapasitas yang mumpuni, memiliki integritas yang tinggi, berani, lurus, dan punya niat yang tulus untuk membangun negeri, justru dilepaskan, dibiarkan, dan direlakan mengabdi pada World Bank. Indonesia masih membutuhkan Sri Mulyani. Sri Mulyani tidak hanya lugas dan tegas, tapi dia juga berani. Beliau berani mencopot posisi Hadi Poernomo sebagai Dirjen Pajak. Hadi Poernomo menduduki jabatan Dirjen Pajak di era tiga presiden, yaitu Gus Dur, Megawati, dan SBY, serta di era Menteri Keuangan Prijadi, Rizal Ramli, Boediono, dan Jusuf Anwar. Ternyata, terbukti, sekarang Hadi Poernomo harus berurusan dengan KPK atas kasusnya sewaktu beliau menjabat sebagai Dirjen Pajak. Masih teringat kata-kata yang pernah diungkapkan oleh Sri Mulyani ketika memberikan kuliah umum yang diadakan oleh Perhimpunan Pendidikan Demokrasi (P2D) dengan tema “Kebijakan Publik dan Etika Publik” pada 18 Mei 2010 sekaligus pamitannya sebelum bergabung dengan World Bank. Rekaman kuliah umum itu masih bisa dilihat di Youtube dan menurut hemat saya, sangat “bernas”. “Jangan pernah putus asa mencintai Republik. Kecintaan itu paling tidak akan terus memelihara suara hati kita dan bahkan menjaga etika kita dalam bertindak dan berbuat serta membuat keputusan”. Dengan membuat keputusan untuk bergabung dengan World Bank, tentunya banyak yang bertanya-tanya, “Apakah Sri Mulyani kalah? Apakah Sri Mulyani lari?”. Tentu banyak pula yang menyesalkan keputusannya. Namun, Sri Mulyani dengan tegas mengatakan, “Saya menang. Saya berhasil karena kemenangan dan keberhasilan saya definisikan menurut saya tidak didikte oleh siapapun termasuk mereka yang menginginkan saya tidak di sini. Saya merasa berhasil dan saya merasa menang karena definisi saya adalah tiga. Selama saya tidak menghianati kebenaran, selama saya tidak mengingkari nurani saya, dan selama saya masih bisa menjaga martabat dan harga diri saya, maka di situ saya menang”. Kata-katanya sungguh sangat lugas dan bernas. Membuat haru biru dan terkagum. Seorang Sri Mulyani yang telah berusaha untuk menegakkan integritasnya dan berupaya meneguhkan prinsipnya, justru harus direlakan untuk pergi. Seorang Sri Mulyani yang telah begitu gigih bekerja untuk negeri dan telah mencoba tegak dari terpaan badai politik justru tidak dirangkul dan dipanggil pulang. Sudah waktunya Sri Mulyani kembali karena Indonesia masih membutuhkan sosok-sosok seperti Sri Mulyani. Indonesia telah menyia-nyiakan seorang Sri Mulyani, sosok Kartini masa kini yang cerdas, lugas, dan tegas. Sosok yang layak untuk memimpin dan menyumbangkan pemikiran serta kerja nyatanya untuk negeri. Sri Mulyani, sosok Kartini yang terbuang, yang seharusnya diraih untuk pulang. (Del)
KEMBALI KE ARTIKEL