Di antara sekian banyak tokoh jempol yang saya kagumi, terselip Dahlan Iskan. Tokoh yang terkesan taktis, tidak mau ribet, penuh terobosan baru, cepat dalam melakukan tindakan tanggap darurat, terkadang terkesan ingin serba cepat, dan pastinya penuh tanggung jawab. Masih ingat ketika kejadian kecelakaan mobil listrik andalannya yang beliau jajal bersama Ricky Elson. Dia langsung pasang badan bahwa itu adalah tanggung jawabnya. Dia tidak ingin pembuat mobilnya dipersalahkan, bahkan dia terus memberikan dorongan semangat pada Ricky Elson. Dahlan Iskan merasa bersalah telah memanggil Ricky Elson pulang ke Indonesia namun tersia-siakan, seperti yang tertuang pada Manufacturing Hope 123. Keduanya sama-sama merasa bersalah. Saya sampai terharu membaca tulisan Ricky Elson “Saya, Merasa Sangat Bersalah”.
Juga ketika heboh masalah kenaikan harga elpiji di awal tahun 2014. Dahlan Iskan langsung mengatakan, “Semua betul. Semua yang salah itu saya”. Dahlan ketika itu menjadi sorotan terkait kenaikan harga elpiji 12 kg karena dianggap seharusnya tahu dan tidak memberikan persetujuan atas kenaikan tersebut. Lagi-lagi, dia ambil tanggung jawab dan bukan melimpahkan kesalahan pada direksi maupun komisaris PT. Pertamina. Beliau juga tidak menyalahkan Menteri ESDM, Menteri Koordinator Perekonomian, atau BUMN. Padahal, pastinya koordinasi telah dilakukan. Semuanya telah tahu bahwa akan ada kenaikan.
Dahlan Iskan memang berbeda dengan pemimpin lainnya. Gayanya lain. Semua tentu ada kaitannya dengan latar belakang perjalanan hidupnya. Latar belakang kehidupan sebagai pengusaha media sekaligus jurnalis turut mewarnai.
Terus terang, saya termasuk salah satu pengagum tulisan-tulisan Dahlan Iskan, bahkan mengikuti tulisan-tulisan yang tertuang dalam seri Manufacturing Hope. Beberapa buku tentang beliau juga mewarnai koleksi buku di rumah. Tulisan-tulisannya selalu mengalir lancar, dengan menggunakan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti, dan sangat inspiratif. Hal rumit, yang pastinya tidak semua dapat memahami, dapat diungkapkan dengan baik dan sederhana. Di sela kesibukannya dan waktunya yang terasa sangat sempit, beliau masih menyempatkan waktu untuk menulis. Menuangkan buah pikirannya. Itu pula salah satu pemicu saya untuk tetap semangat menulis. “Dahlan Iskan yang sangat sibuk saja sempat menulis, masa saya gak bisa? Gak perduli tulisan saya buruk atau tidak menarik dan tidak dibaca orang sama sekali, yang penting nulis”. Hehehe..
Dahlan Iskan telah menebarkan semangat dan inspirasi bagi yang lainnya. Salah satu quote nya, “Menularkan pesimisme cuma perlu modal gombal, tapi membangun harapan harus dengan kerja keras dan hasil nyata”. Benar, setuju.
Indonesia masih sangat membutuhkan orang-orang seperti Dahlan Iskan, Anies Baswedan, Ridwan Kamil, Tri Rismaharini, Ganjar Pranowo, Mahfud MD, Jokowi, Ahok, dan tokoh lainnya yang mau membahu membangun negeri dengan hati dan nurani. Tidak penting dari mana dia berasal.
Indonesia memiliki potensi dan sumber daya alam yang sangat berlimpah. Yang diperlukan adalah upaya sungguh-sungguh dalam mengelolanya dengan baik dan benar. Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Masih banyak permasalahan yang perlu diselesaikan. Yang jelas, tidak dapat terselesaikan hanya dengan berbicara dan berwacana. Diperlukan upaya dan kerja secara bersama-sama. Pasti bisa.
Jadi, menurut hemat saya, Jokowi membutuhkan Dahlan Iskan, juga tokoh-tokoh lainnya yang mau bahu-membahu membangun negeri. Terus terang, saya ragu dengan kepemimpinan Jokowi. Namun, dengan dukungan Anies Baswedan dan Dahlan Iskan, sedikit lebih lega.
Yang dihadapi sekarang bukan hanya Jakarta, namun lebih besar lagi, yaitu Indonesia. Meminjam istilah Anies Baswedan, Indonesia membutuhkan orang-orang yang “mau turun tangan”. Jokowi memiliki kelemahan dan kekurangan yang harus dilengkapi oleh orang-orang yang telah terbukti mau bekerja dengan amanah. .Jika sendirian dan tanpa bantuan orang-orang yang sejalan, akan sangat sulit. Jokowi tidak dapat hanya mengandalkan gaya blusukannya dan tindakan tanggap daruratnya saja. Perlu masukan dan bantuan dari orang-orang yang capable, tegas,penuh terobosan, kaya ide, dan lurus. Seperti halnya ketika dia memimpin Jakarta. Jokowi tidak akan mampu berbuat banyak bila tidak ada Ahok yang menyokong dan membantunya. Dia tidak akan bisa seperti sekarang bila tidak ada Ahok yang mengatur dan mengurusi birokrasi. Jokowi membutuhkan orang-orang yang mau secara bersama membangun negeri dengan hati dan nurani. Demi Indonesia yang lebih baik. (Del)