Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ilmu Sosbud

Mewujudkan Industri-Pariwisata Halal di Kawasan Asia Tenggara Pasca COVID-19

27 Mei 2022   23:49 Diperbarui: 27 Mei 2022   23:59 343 3

Asia Tenggara merupakan Kawasan multikultural, multietnis, dan multireligius dengan keindahan serta kekayaan alam menjadikan wisatawan tertarik untuk datang berkunjung, terutama wisatawan mancanegara. Sektor pariwisata merupakan komponen penting bagi pembangunan perekonomian negara-negara anggota ASEAN, terutama bagi Malaysia, Indonesia, Filipina, Kamboja, Laos, Vietnam, dan Thailand. Berdasarkan data dari Centre for ASEAN Public Relations Studies (CAPRS) mengenai ASEAN Travel, sektor pariwisata telah berkontribusi secara aktif lebih dari 10% PDB dan berkontribusi secara signifikan terhadap pertumbuhan perekonomian negara. Namun dengan adanya pandemi COVID-19 di kawawasan ini telah berdampak buruk terhadap industri perjalanan dan pariwisata.

Pada tahun 2020, kunjungan wisatawan mancanegara ke wilayah Asia Tenggara turun drastis hingga mencapai 82%, sedangkan wisatawan domestik diberikan pembatasan perjalanan dan pengurangan aktivitas ekonomi. Kebijakan tersebut telah berdampak terhadap turunnya kontribusi industri terhadap PDB regional sebesar 53% pada tahun 2020. Berdasarkan data dari International Labour Organization (ILO) mengenai COVID-19 and employment in the tourism sector in the Asia--Pacific region, pandemi COVID-19 juga telah mengakibatkan 15,3 juta orang kehilangan pekerjaannya yang terdiri dari 6,4 juta wanita dan 8,9 juta pria dalam sektor pariwisata. Negara-negara di Asia Tenggara berupaya memperkuat posisinya dalam sektor pariwisata karena potensi dan keaneragaman wisata yang dimilikinya dapat memberikan manfaat besar bagi perekonomian negara.

Pada 28 Oktober 2021 telah diselenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-14 Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philippines East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA) secara virtual dibawah kepemimpinan Indonesia. Pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan mengenai rencana pemulihan pasca COVID-19 untuk pariwisata. Kerjasama BIMP-EAGA telah dibentuk secara resmi semenjak 26 Maret 1994 pada Pertemuan Tingkat Menteri (PTM) ke-1 di Davao City, Filipina. Pembentukan kerjasama BIMP-EAGA pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan pertumbuhan perekonomian masyarakat yang berada di wilayah negara-negara BIMP-EAGA, yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Terdapat beberapa isu yang berhasil diangkat, yaitu transformasi digital yang inklusif dengan mempercepat e-commerce, digitalisasi UMKM, memperkuat ekosistem perusahaan rintisan (start-up), industri kreatif, dan peningkatan keterampilan tenaga kerja.

Selain itu, negara-negara anggota BIMP-EAGA juga berusaha untuk mengambil bagian baru dalam bisnis mengenai industri halal yang berpotensi besar terdadap peningkatan pendapatan negara. Dikutip dari website BIMP-EAGA, pasar makanan halal global telah diprediksi mengalami pertumbuhan yang cukup besar, pada 2019 sebesar $ 1,17 triliun tumbuh menjadi $ 1,38 triliun pada 2024, sehingga tidak mengherankan bahwa kerjasama BIMP-EAGA juga mencakup industri halal. Terdapat tiga negara anggota BIMP-EAGA yang termasuk ke dalam 10 ekonomi teratas yang berpotensi memiliki peluang pada sektor ini. Berdasarkan data dari State of the Global Islamic Economy Report 2020/21, Malaysia menjadi negara dengan peringkat teratas, sedangkan Indonesia terdapat di peringkat keempat, dan Brunei Darussalam di peringkat kesembilan. Ketiga negara tersebut memiliki populasi umat Muslim yang besar, dengan jumlah mencapai hampir 80% penduduk Brunei merupakan Muslim, sedangkan Malaysia sebesar 61%, dan Indonesia sebesar 88%. Daftar 10 besar tersebut juga termasuk Singapura (kedua), Uni Emirat Arab (ketiga), Turki (kelima), Iran (keenam), Afrika Selatan (ketujuh), Pakistan (kedelapan), dan Rusia (kesepuluh).

Meskipun Filipina juga merupakan anggota dari BIMP-EAGA, negara ini tidak masuk ke dalam daftar laporan tersebut. Namun laporan tersebut juga menampilkan mengenai inisiatif yang dapat memajukan program halal negara Filipina serta kesepakatan dengan Indonesia untuk memfasilitasi ekspor halal Filipina dan peluncuran logo halal nasional. Pasar Muslim global merupakan segmen yang menarik secara signifikan, hal tersebut tercantum dalam data dari State of the Global Islamic Economy Report 2020/21 yang menyatakan bahwa pada tahun 2019 sebesar 1,9 miliar Muslim telah menghabiskan $2,02 triliun pada sektor makanan, farmasi, kosmetik, mode, perjalanan, dan media atau rekreasi. Sehingga terdapat pertumbuhan dari tahun 2018 sejumlah 3,2%. Namun dengan adanya pandemi COVID-19, pengeluaran wisatawan muslim pada tahun 2020 diperkirakan turun sebesar 8%. Pada akhir 2021, semua sektor diperkirakan akan kembali normal ke tingkat pra-pandemi, kecuali sektor perjalanan. Laporan tersebut juga memperkirakan bahwa pada tahun 2024, pembelanjaan wisatawan muslim pada semua segmen akan mencapai sebesar $2,4 triliun disertai dengan tingkat pertumbuhan tahunan perlima tahun sebesar 3,1%.

Dengan melihat potensi yang besar dalam industri halal di Kawasan Asia Tenggara, keterlibatan negara-negara BIMP-EAGA ke sektor tersebut dapat berdampak positif terhadap perekonomian negara. Pada Cetak biru ekonomi Kerjasama BIMP-EAGA Visi 2025 juga telah menekankan industry halal sebagai pendorong pertumbuhan, disertai dengan pangan sebagai salah satu pilar ekonomi di Kawasan sub-regional. Sehingga dapat dikatakan bahwa industri halal merupakan industri penting yang perlu dikembangkan lebih lanjut untuk negara-negara di Kawasan Asia Tenggara. Kerjaasama BIMP-EAGA Visi 2025 berupaya mengembangkan industri halal yang memiliki daya saing sehingga dapat menghasilkan produk dan layanan halal yang berkualitas dan memenuhi pasar lokal maupun global. Hal tersebut bertujuan untuk mengintegrasikan industri halal antara negara-negara anggota BIMP-EAGA.




KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun