Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Bergaul dengan Bapak-bapak Berjenggot It’s Fun

15 April 2012   04:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:35 217 0

Hari Kamis tanggal 15 April yang lalu saya dan beberapa kawan saya mengikuti acara pembukaan lomba MTQ tingkat Banten yang diselenggarakan di kantor pusat pemerintahan Tangerang tepatnya di daerah Tigaraksa. Kami datang kesana mewakili MUI (Majelis Ulama Indonesia) kota Tangerang selatan. Kesan pertama saat saya diajak oleh pihak MUI Tangsel untuk ikut pawai dalam acara ini pasti sangatlah membosankan, belum apa-apa udah negatif thinking. bagi saya yang masih berumur 23 tahun berada satu rombongan dengan bapak-bapak yang berumur 40 tahun keatas yang berjenggot tebal lengkap dengan baju koko serta memakai sorban dan tongkat rasanya seperti terjebak di dunia lain. Jam 07.00 pagi saya sudah harus sampai di kantor walikota Tangsel di kawasan Pamulang untuk briefing dahulu tentang apa-apa saja yang akan kami kerjakan di sana. Saat briefing pun saya dan kawan sebaya saya sudah merasa kurang nyaman dengan situasi di mana kita berada di antara banyak sekali orang tua yang belum kita kenal. Rasanya ingin izin pamit pulang tapi karena kami sudah sepakat untuk ikut akhirnya saya urungkan niat saya dan kawan-kawan. Sebelum naik bus yang akan mengantarkan kami ke Tigaraksa kami di beri baju koko yang seragam dengan yang lainnya.

Pukul 09.00 kami mulai berangkat dan saya masih merasa asing dengan kondisi ini, ada beberapa orang dari pihak MUI yang mengajak saya mengobrol tapi karna rentang usia yang cukup jauh obrolan kami jadi simpang siur, tadinya ngobrol tentang kasus korupsi di Indonesia tapi lama kelamaan bapak-bapak ini malah ngalor ngidul cerita tentang kehidupan rumah tangganya yang sedang ada konflik hadohhh.. perjalanan dari Pamulang menuju Tigaraksa itu kaya perjalanan rombongan Kera Sakti dan gurunya mencari kitab suci, yang harus melewati 77 rintangan dan 99 tantangan.Yappp baru sampe daerah Muncul, bus kami mogok, lumayan lama menunggu untuk melanjutkan perjalanan lalu melewati daerah Cisauk terjebak banjir padahal disana ngga ujan tapi darimana tuh banjir datang saya belum tau sebabnya dan puncaknya ketika sudah deket dengan TKP yaitu daerah Tigaraksa bus kami terjebak macet total kalo yang ini wajar karena setiap kota di daerah Banten mengirimkan wakil dalam acara ini jadi ngga heran ketika banyak bus yang jumlahnya puluhan desak-desakan di jalan yang hanya muat dua mobil sedan aja.

Kami sampai di tempat tujuan pukul 12.20. perjalanan yang lama tadi membuat saya 20 tahun lebih tua dan sepertinya udah cocok bergaul dengan rombongan hehe. Ketidaknyamanan saya hilang ketika kami beristirahat di masjid, disana saya dan kawan saya ditanya apakah merasa tidak nyaman ikut acara ini yaa saya jawab jujur dan apa adanya bahwa ada gep yang terlalu jauh dengan mereka tapi ketika disinggung begitu muncul naluri orang tua dan omongan bijak mereka yang membuat kami lama kelamaan menjadi nyaman dan serasa menjadi keluarga besar. Kami mulai bisa berbaur dan pikiran negatif saya ternyata salah, mereka ternyata cocok jadi seorang comic (panggilan untuk orang yang melakukan Stand Up Comedy) asli kocak banget tuh bapak-bapak kalo udah ngomong dan nyeletuk malah kadang-kadang saya bingung mereka dari MUI tapi suka ngelawak yang agak vulgar tapi disitulah kemampuan mereka agar kami merasa tidak ada jurang pemisah antara golongan muda dan tua.

Acara pawai sebenarnya di mulai Jam 14.00 untuk menunggu kami solat dan makan siang dahulu. Ketika acara sudah mau mulai kami mencari barisan untuk ikut pawai dan ternyata kota Tangsel dapet antrian kedua dari belakang setelah rombongan dari Cilegon. Disana saya merasa seperti di Brazil dengan karnavalnya yang meriah cuma bedanya disini tempatnya di tangerang dan kostumnya gokil-gokil. Ada rombongan dari Tangerang yang memakai seragam SD uniknya mereka adalah bapak-bapak berusia 40 tahun, dengan masih menyisakan kumis tebal dan rambut agak botak mereka dengan pedenya lari-larian dan merokok dengan seragam SD ckckckc.. pawai ini di hadiri dari berbagai lapisan masyarakat ada dari berbagai dinas pemerintahan daerah, Pelajar, ibu-ibu PKK, Ormas, Polisi, TNI, seniman, Pramuka, Paskibra, pedagang dan petani. Semua lapisan masyarakat tersebut memakai kostum yang unik-unik dan mencerminkan asal mereka, seperti dari daerah Pandeglang yang membawa seniman kuda lumping dan reog. Tak lupa juga berbagai kendaraan yang dihias sedemikian rupa sehingga sedap dipandang. Polisi yang mengawal jalannya pawai pun menaiki kuda, sebenarnya tidak ada yang salah jika polisi naik kuda yang jadi masalah adalah ampas dari pantat kudanya itu lho yang ganggu peserta pawai, kami harus siaga saat melangkahkan kaki karena kalau lengah bisa terkena “ranjau darat”.

Saya yang saat itu berada di barisan terdepan rombongan MUI Tangsel harus membawa spanduk dan menyanyikan yel-yel, rasanya aneh sepanjang perjalanan kami menjadi pusat perhatian setidaknya selama beberapa saat saya merasa jadi artis dadakan. Rute yang dilalui pawai kurang lebih 7 KM, buat saya dan kawan-kawan yang masih muda ini sih biasa tapi buat bapak-bapak di belakang saya sepertinya luar biasa. Puncak dari pawai adalah ketika kita melewati “panggung agung” disana terdapat panggung yang ditempati oleh orang-orang penting di Banten, favorit saya tentunya Wakil Gubernur Banten, bapak Rano Karno dan WalikotaTangsel yang sangat cantik ibu Airin. Ketika melewati panggung tersebut kami harus menyanyikan yel-yel yang keras agar bisa terdengar oleh mereka, saat di bacakan oleh MC bahwa yang datang selanjutnya adalah rombongan MUI Tangsel saya tanpa sadar melambaikan tangan kearah ibu Airin berharap beliau turun dan menyalami saya tapi kayanya ngarep bgt deh.

Keimpulan dari pengalaman saya diatas adalah don’t judge the book from the cover dan jangan berpikiran negatif ketika menghadapi suatu kondisi. enaknya itu di bawa enjoy dan fun. Semoga cerita saya tadi ada manfaatnya.

Sekian……….

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun