Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Jalanan Rumah Keduaku

15 Mei 2011   13:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:39 70 0
[caption id="attachment_109732" align="aligncenter" width="604" caption="Rega"][/caption] Prinsip ekonomi mengajarkan bagaimana dengan pengorbanan sekecil - kecilnya, dapat diraih keuntungan sebesar - besarnya. Sadar atau tidak sadar, ada banyak masyarakat Indonesia yang menganut prinsip itu, bukan hanya dalam konteks kegiatan ekonomi, tetapi juga dalam hal memandang masa depan mereka. Tidak ada orang yang mau gagal dalam hidupnya. Kesuksesan menjadi impian semua orang. Tetapi hanya sebagian yang berhasil meraih impian itu. Dan sisanya masih terus bermimpi dengan berpegangan pada prinsip ekonomi. Berpikir bagaimana cara meraih kesuksesan dengan usaha sekecil - kecilnya. Mungkin Rega, adalah satu diantara banyak orang itu. " kalo ditanya soal sukses, sukses ya pingin atuh mbak, cuman aku kepengen hidup tenang dan damai kayak sekarang " jawab Rega, seorang tukang parkir yang tahun ini telah menginjak usianya yang ke dua puluh dua tahun. Rega mengaku pernah bersekolah, tapi pendidikannya berakhir di bangku kelas 2 STM ( sekolah tinggi mesin ) lantaran tidak suka belajar dan lebih senang hidup bebas seperti sekarang. Tanpa beban. Tanpa aturan. Tanpa kewajiban. Pria muda yang punya hobi memelihara burung ini, sehari - harinya menjadi tukang parkir jalanan dekat sebuah tempat makan terbuka di daerah BSD. Tempat makan itu hampir selalu ramai dikunjungi pengunjung. Terutama pada jam - jam makan siang dan jam - jam makan malam. Penghasilan Rega bergantung pada seberapa ramai tempat makan tersebut. Pekerjaan Rega sebagai tukang parkir jalanan, telah Ia geluti selama sembilan tahun. Dari hari senin hingga hari minggu, dari pagi hingga malam. Jalanan bukan lagi hanya menjadi tempatnya mengumpulkan uang. Jalanan telah menjadi rumah kedua baginya, tempatnya bermain, bergaul dan mengumpulkan teman. " terus.. terus.. ", teriaknya dibawah terik matahari yang sangat menyegat kulit. Dengan baju yang basah karena keringat dan dahi yang mengkerut akibat menahan panas, satu demi satu mobil diarahkannya meninggalkan tempat parkir. Pengemudi mobil pun menurunkan kaca mobilnya dan menyerahkan selembar seribuan atau bahkan hanya sebuah koin lima ratusan. Tapi Rega tidak pernah mengeluh, dengan senyuman ia menyampaikan terimakasihnya. Belum sempat ia istirahat, mobil - mobil lain sudah datang dan Rega dengan sigap kembali mengarahkan mobil - mobil itu untuk mengisi tempat parkir yang kosong. Sudah terbiasa adalah alasan yang diberikan Rega ketika ditanya mengapa dirinya lebih memilih mangkal di tempat mangkalnya sekarang dibandingkan tempat lain. Ia belum pernah pindah tempat mangkal. Di sanalah ia mendapatkan teman - teman yang saling mendukung satu sama lain. Ada 14 orang temannya yg juga bekerja seperti Rega, tapi mereka tidak pernah berebut pelanggan. Semua dapat bagian. Dalam sehari, penghasilan yang didapat Rega tidak tentu, umumnya berkisar antara Rp 30.000,00 sampai Rp 50.000,00. Sebagai bujangan yang belum bekeluarga, penghasilannya Ia gunakan untuk makan sehari - hari dan membeli rokok. Jika ada kesempatan, Rega mengaku tidak ingin terus menjadi tukang parkir selamanya, Ia mendambakan masa depan yang lebih baik. Harapannya Ia bisa membuka usaha kecil - kecilan atau bekerja sebagai satpam, mengikuti jejak ayah dan beberapa saudaranya. Tetapi bukan sekarang saatnya, ia merasa masih ingin menikmati kebebasan di hari mudanya. Menikmati hidup yang santai, tenang, penuh canda dan tawa bersama teman - temannya. (Deirdre Tenawin)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun