Sebuah buku karangan John Hersey telah membongkar tragedi kemanusiaan besar yang menjadi bagian dari sejarah paling memilukan dunia dan terutama bagi rakyat Jepang. Tragedi Hiroshima yang berulang-ulang kali kita pelajari di bangku sekolah namun tidak pernah dikupas secara mendetail. Anak-anak Indonesia hanya mengenalinya sebagai peristiwa yang berjasa memberikan kesempatan lahirnya kemerdekaan bagi bangsa ini. Atau mungkin bagi kita itu bayaran yang pantas atas mereka yang telah menjajah bangsa kita dengan kejamnya, sehingga tidak perlu ada ruang dalam hati yang ikut menangisi jiwa-jiwa yang mati tanpa mengerti kenapa mereka harus mati.
Terlepas dari alasan yang tidak pernah terungkap secara nyata, perang memang tidak pernah memberikan kedamaian bagi semua yang ada di dalamnya. Di dalam masanya dandi dalam negaranya. John Hersey membuat catatan reportase yang ditulisnya setelah melawati 3 minggunya di Hiroshima untuk mewawancari para korban. Catatan itumenceritakan bagaimana Hiroshima dan seisinya diporakporandakan oleh bom atom yang menewaskan 78.150 nyawa manusia, menghilangkan 13.983 jiwa dan menyebabkan 37.425 orang tersiksa karena luka-luka dan menderita karena efek radiasi dan trauma yang tinggal di dalam diri mereka.
John Hersey membagi karyanya yang pernah terpilih sebagai naskah terbaik jurnalisme Amerika abad ke-20 oleh sebuah panel wartawan akademisi universitas Colombia ini ke dalam 4 bab. Pada bab pertama John Hersey menceritakan latar belakang 6 tokoh yang pada akhirnya selamat dari tragedi Hiroshima. Keenam tokoh itu antara lain nona Toshiko Sasaki, dokter Masazaku Fujii, nyonya Hatsuyo Nakamura, pastur Wilhelm Kleinsorge, dokter Terufumi Sasaki dan pendeta Kiyoshi Tanimoto. John menceritakan pekerjaan mereka, karakter mereka, keluarga mereka serta waktu, tempat dan keadaan mereka sebelum dan ketika bom meledak.
Klimaks cerita terletak pada Bab 3, dimana harapan para korban seperti sudah hilang, luka-luka para korban sudah bernanah semua. Sedangkan obat-obatan dan tenaga medis tidak memadai. Banyak dokter-dokter yang ikut tewas dan terluka dalam tragedi tersebut sehingga jumlah dokter yang mampu membantu sangat minim sekali. Bisa dihitung dengan jari. Sampai pada akhirnya kaisar Jepang kemudian menyatakan bahwa Jepang menyerah pada Amerika lewat siaran radio. Hal tersebut menandakan kekalahan Jepang dalam perang tersebut.
Catatan yang pertama kali dimuat di The New Yorker pada Agustus 1946 ini sangat direkomendasikan untuk mereka yang berani mengetes rasa kemanusiaan dan hati nurani mereka. Untuk mereka yang percaya perperangan tidak akan pernah melahirkan kebahagiaan bagi siapa saja yang ada di dalamnya. Dan bagi mereka rakyat Indonesia yang rela ikut berduka bagi nyawa-nyawa yang dikorbankan atas nama perperangan.
ditulis oleh : Deirdre Tenawin
follow my twitter : @deirdretenawin