Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Reuni

12 Februari 2011   16:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:40 111 0
Hampir jam dua pagi. Laptop baru saja aku matikan. Mataku terasa pegal dan berair. Kenapa baru sekarang terasa. Tadi saat aku berlama-lama didepan laptop semua tak ada masalah. Mata ini begitu segarnya. Mungkin karena ada dia disana lengkap dengan senyum dan sapaan mesra nya.

Aku menuju tempat tidur. Kurebahkan tubuhku disebelah isteriku yang tertidur pulas. Ku pandangi wajahnya. Mataku tertuju pada pipinya yang tembam. Aku tersenyum sendiri. Pipi itu mengingatkanku pada kue bakpau Ci Mimi, putih dan montok. Kemudian pandanganku beralih ke perutnya yang buncit. Dadanya naik turun seirama dengan tarikan nafasnya. Lengannya besar berisi lemak yang tiga kali lebih besar dari lenganku.  Terlalu cepat tubuh ini berubah. Tubuh yang seketika membesar dan melebar setelah kelahiran anak pertama kami, dan semakin membesar setelah kelahiran anak kedua dan ketiga. Untung saja aku bukan type lelaki yang terlalu mempermasalahkan penampilan. Bagiku isteriku tetap cantik dengan ukuran tubuh seberapa pun besarnya.

Isteriku memang cantik dengan kulit putih dan bersih. Dulu  beratnya tak lebih dari empat puluh lima kilogram. Tapi bukan cuma itu alasanku mengawininya. Alasan pertamaku adalah memang isteriku cantik. Kedua, kami sudah berteman sejak kecil jadi aku sudah kenal baik dengan keluarganya. Ketiga, Lusi perempuan yang aku pacari tiba-tiba saja meninggalkanku dan menikah dengan orang lain. Dalan keputusasaan setelah ditinggal Lusi, aku bertemu Anna, perempuan yang akhirnya menjadi isteriku.  Tak perlu susah payah untuk mendapatkannya. Semua mengalir begitu saja. Seperti mimpi tiba-tiba aku sudah mengawininya,  tinggal serumah dengannya dan menjalani rutinitas sebagai kepala keluarga dengan tiga orang anak, memikirkan biaya sekolah, rekening listrik, rekening air, cicilan mobil, belanja bulanan dan anggaran-anggaran lain yang membuat kepalaku pening.

Rutinitas hidup yang  kadang  membosankan dan untuk membuang kebosanan itu,  kadang aku duduk sendiri di teras depan sampai tengah malam dengan ditemani sebungkus rokok, atau membuka laptop dan berbincang dengan teman yang entah berada dimana. Dari kemajuan teknologi ini akhirnya aku bisa bertemu kembali dengan teman-teman lama termasuk Lusi. Perempuan yang pernah membuat hidupku tak karu-karuan. Perempuan yang mestinya aku hindari tapi kenapa sekarang malah kucari.

Setelah berpisah hampir tigabelas tahun, tak banyak yang berubah pada Lusi. Ia tetap cantik dan langsing seperti dulu saat kami masih pacaran.

"Anakmu sudah berapa Lus?" tanyaku saat pertama kali aku menemukannya di dunia maya.

"Satu,  kamu Pras"

"Aku tiga, laki-laki semua."

"Iya-iya, aku sudah lihat di album foto kamu. Anak kamu lucu-lucu ya"

Tiba-tiba saja dadaku berdegup kencang. Berarti Lusi sudah lihat foto-fotoku. Tentu dia akan tertawa dalam hati melihat foto  isteriku yang sangat gemuk. Makanya ia  hanya mengomentari foto anak-anak ku saja. Detik itu juga langsung kusembunyikan foto keluargaku dengan mengatur privasinya, jadi Lusi hanya bisa melihat fotoku saja.

Hari-hari selanjutnya aku mulai meng upload foto-foto lama.  Foto-foto yang akhirnya menjembatani apa yang dulu pernah ada diantara kami. Dan kurasa Lusi pun nenyukai itu.

Lima bulan sudah aku dan Lusi menjalani percakapan sunyi. Hanya bercakap, tidak lebih. Mengenang kembali apa yang pernah ada tigabelas tahun lalu. Maka hampir setiap hari, sebelum tidur aku  menyempatkan diri menyapa Lusi. Kukirimkan pesan mesra padanya dan tentu saja akan ada balasan yang lebih hebat mesranya. Ada pergulatan hebat dihatiku. Aku seperti mendapatkan kebahagiaan yang lengkap. Semakin hari semakin aku tak kuasa menahan diri untuk segera menemui Lusi di dunia nyata. Akhirnya kami memutuskan untuk bertemu  sepulang kerja nanti.

Pagi hari sebelum berangkat kantor, ku bilang pada isteriku kalau aku pulang agak telat.

"Cuma reuni temen SMA kok Ma."

"Reuni kok hari kerja, mendadak lagi."

"Bukan reuni gede-gedean, cuma temen deket. Temen satu gank, cowok semua." kataku sambil mencium pipinya. Isteriku hanya diam seperti patung.

Pagi yang cerah, siang yang membahagiankan dan sore yang mendebarkan. Apa yang akan terjadi antara aku dan Lusi nanti, tak ada yang tau.

Menjelang pulang kantor aku merapikan diriku. Kusisir rambutku serapih mungkin. Kemudian mobilku melaju ketempat dimana kami berjanji untuk bertemu.

Memasuki pintu parkir, tiba-tiba ponselku berbunyi. Ku biarkan saja karena aku harus konsentrasi mencari tempat parkir. Tak lama kemudian ponsel itu kembali berbunyi. Dengan malas kuangkat.   Diujung telepon kudengar suara tangis si sulung dengan kalimat yang kurang jelas.

"Halo, kenapa Abang?"

"Mama pingsan Pa."

"Hah..  memang kenapa?"

"Ga tau, sekarang mao dibawa kerumah sakit sama nenek."

"Ya udah papa langsung kesana."

Ku batalkan pertemuanku dengan Lusi. Aku segera menuju kerumah sakit yang dibilang si sulung. Semua yang aku rencanakan tadi malam buyar semuanya. Sekarang rencanaku hanya satu, ke rumah sakit secepatnya.

Di rumah sakit kulihat si sulung menggandeng adiknya dan sibungsu digendong ibu mertuaku. Aku segera masuk ke ruangan dimana isteriku dirawat. Wajah isteriku terlihat pucat memelas. Ku pegang tangannya. Kucium keningnya.

Dari keterangan yang kurangkum, ternyata tanpa sepengetahuanku isteriku menjalankan program diet yang tak terkontrol. Saat ku tanya kenapa, isteriku cuma berbisik pelan. "Aku ingin langsing seperti Lusi Pa."

Kalimat lembut yang langsung menikamku.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun