Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story Pilihan

Cara Urus Sendiri Paspor Baru/Perpanjang Paspor Lama (Part-2)

4 Maret 2014   21:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:15 1121 0
Owkay, Melanjutkan cerita saya mengenai cara pengurus passport baru pada bulan Agustus yang belum sukses,

(link)

Maka pada bulan Desember 2013, saya bertekat untuk menyelesaikan PR saya, untuk mengurus sendiri perpanjangan passport yang sudah habis masa berlaku nya. Di suatu hari yang cerah biasa2 aja, saya minta ijin pak boss untuk datang sedikit telat ke kantor, karena jam 06.00 pagi saya mau urus perpanjangan passport di kantor imigrasi Jakarta Barat. Kenapa harus disana ? oh well, baca dulu cerita sebelumnya kali yaaaa.

Tadinya mau naek scoopy untuk urus sendiri perpanjangan passport kesana, tapi kata temen kantor saya, bawa motor kesana itu terlalu panas, jauh dan capek, secara sini kan traveler manis manja ya, so akhirnya mengikuti saran teman untuk naek busway aja yg nyaman dan adem, apalagi hari saat itu masih pagi. Ya udahlah, saya sampe kantor jam 05.45 pagi dan lansung menuju ke halte busway untuk berangkat ke kota.

Busway pada jam 06.00 pagi udah rame dan saya terpaksa berdiri, tapi saya dikasih duduk sama mas2 tentara yang pake seragam. Aduh jadi seneng. Mendadak “man in uniform” itu jadi ganteng banget di mata saya. Udara sejuk dingin di busway lambat laun manjadi panas dan sumu’ karena bus trans Jakarta ini mulai penuh sesak oleh manusia dan berbagai aroma nya. Untung masih pagi, jadi belom ada bau tengik.

The accident.

Setibanya di halte busway paling akhir, di stasiun kota, kan begitu keluar dari bus seharusnya saya turun ke bawah tanah, terus naek lagi ke atas menuju jalan raya dengan memutar tangga yang nantinya akan muncul di depan museum bank Mandiri, tapi saat itu saya amat sangat malas muter jauh2 dan secara saya juga lagi buru2, jadi pake cara orang bego, ikutin orang2 tersebut untuk menyebrang jalan dari halte busway kota menuju ke museum bank mandiri dengan cara melompati pagar pembatas jalan.

Pembatas jalan itu cukup tinggi, tapi saya lihat orang2 pada loncat dengan santai, termasuk ibu2 yang kayaknya seumuran sama ibu saya. So saya dengan PD 20 juta ikutan loncat. Tapiiiiii, saya tidak memperkirakan tinggi pembatas itu dengan jalan raya yang ada dibawahnya, yang mengakibatkan saya sukses terjatuh dengan pergelangan kaki yang duluan menghujam aspal yang panas di jalanan luas yang cenderung sepi karena masih lampu merah.

Sakitnya ? Jangan tanya. Luar biasa. Kalau kata orang, sakitnya sih enggak terasa, malunya itu looohh yang nggak nahan. Kalau saya kebalikannya, saya enggak perduli dengan malunya, karena yang ada di pikiran saya saat itu juga adalah sakit luar biasa yang saya rasakan dipergelangan kaki. Saat itu banyak sekali orang2 yang yang menyaksikan saya jatuh dan kesakitan, seperti orang2 yang lagi lalu lalang saat itu, tukang ojek sepeda, ojek motor dan supir bajaj yang berada dipinggir jalan, tapi tak ada satupun yang menolong saya. TAK ADA SATUPUN. Mereka cuma melihat dan beberapa diantaranya justru tertawa menyaksikan saya yang terjatuh, tanpa ada usaha atau niat untuk menolong sama sekali. Boro2 menolong, mereka cuma menikmati tontonan saya jatoh dan menanti adegan selanjutnya. Oh well, Jakarta itu keras, jendral! Saat itu saya berasa macam topeng monyet yang ditonton warga. Sedih banget. Pengen nangis tapi gengsi. Makan tuh gengsi!

Sumpah, moment itu bagaikan cerita2 drama nggak penting yang ada di sinetron2 Indonesia. Kalau di sinetron, kan kalau ada kejadian dimana si bintang utama nya jatoh, pasti ada aja cowok ganteng (random entah muncul dari mana) yang menolong, kenalan dan akhirnya mereka pacaran lalu menikah. Tapi kalau di kehidupan nyata, ternyata kenyataan tidak seindah itu. Saya masih duduk di lokasi saya jatoh di jalanan yang sepi itu beberapa saat sampai saya melihat lampu merah diujung jalan berubah jadi hijau dan mobil2 dan motor2 pun mulai berjalan kearah saya. Suara saya enggak keluar, masih shock, jadi enggak bisa teriak minta tolong. Dan sampe mobil2 itu mulai jalan pun, masih enggak ada yg nolong atau niat untuk membantu memapah saya untuk ke seberang, ke tempat yang aman. Akhirnya dengan sekuat tenaga saya berjalan menyeret kaki saya yang sakit banget itu dan berhasil sampe di sebeberang. Saya kira, ketakutan saya akan ditabrak dan mati mengalahkan kelemahan saya dan akhirnya kelemahan itu berubah menjadi kekuatan yang amat sangat.

Sesaat kemudian, ketika saya sudah berada di seberang, saya ambil napas dan mengabiskan waktu 10 menit untuk menenangkan diri. Tak lama kemudian kaki yang sakit tadi mulai berkurang sakitnya, dan saya tetap meneruskan niat saya untuk berangkat ke kantor imigrasi yang terletak di sebelah kantor pos Jakarta Barat untuk memperpanjang paspor saya dengan menggunakan ojek sepeda. Ojek nya lewat jalan pintas, dan 5 menit kemudian saya sudah tiba di depan kantor imigrasi. bayar ojek sepeda, masuk ke gedung imigrasi dengan tertatih2. The immigration Tiba di gedung imigrasi, waktu sudah menunjukkan pukul 07.00 pagi, dan loket untuk urus perpanjangan paspor yang “onde day service” atau “satu hari jadi” baru buka pada pukul 08.00 pagi. Great. Nyampe kecepetan, nunggu 1 jam. Tapi enggak apa2 deh, mendingan kecepetan daripada kecopetan kesiangan.

Saya duduk di bangku antrian yang terletak di depan loket “one day service”. Saya antrian nomor pertama. cihuy. Disana ada 6 orang lain yang duduk bareng saya. Saya enggak bisa tidur atau baca buku, karena kaki saya ngilu. Jadi saya milih untuk online pake HP dan baca2 status facebook atau time line twitter atau social media lainnya untuk membunuh waktu (iya abang Doni, gue enggak punya PATH, puassss?)

Ketika waktu menunjukkan pukul 07.45 pagi, mendadak semua orang secara serentak mulai pada berdiri dan mulai antri didepan loket! Yang menyebalkan, orang2 yang pada antri di depan loket tersebut bukanlah orang2 yang tadi duduk di bangku depan loket, tapi entah darimana itu orang2, mendadak mereka semua ada di depan kita. BT banget. Yang lebih BT lagi, antrian depan loket tersebut posisi nya mengantri dalam posisi berdiri, macam ngantri teller di bank, sementara kaki saya cenat cenut dan saat itu saya tidak punya tongkat atau alat pembantu apapun untuk membantu menopang saya berdiri. Pengen pulang tapi kok ya tanggung ya? Sayang banget udah jauh2 ke kota, udah antri, kok malah pulang. Akhirnya saya bertahan untuk berdiri dan antri.

Jam 08.00 kurang 5 menit, satpam berteriak dengan suara super kencang agar kami semua antri dengan rapi sambil membagi2kan formulir isian perpanjangan paspor: YAK, YANG MAU URUS PASPOR SILAHKAN ISI DULU FORMULIR PEMBUATAN PASPOR BARU ATAU PERPANJANGAN PASPOR LAMA YA. KALAU UDAH DI ISI, SILAHKAN ANTRI. YANG BELUM ISI FORMULIR, SILAHKAN ISI DULU, TAPI JANGAN ISI DI DEPAN LOKET KARENA AKAN MEMBUAT ANTRIAN JADI LAMA DAN PANJANG. YANG BELUM ISI FORMULIR ISI DULU DAN ANTRI LAGI DARI BELAKANG !

Nah, karena di cerita sebelumnya saya udah isi formulir, saya langsung antri berdiri dan berada di nomor tiga. Loket “one day service” ada dua, yang satu untuk antrian “online”, yang satu untuk “manual”, yang pake formulir. Loket manual pun dibuka tepat pukul 08.00 pagi, dan bapak2 di antrian pertama yang entah muncul dari mana - bagaikan setan - itu menyerahkan semua berkas2nya, kemudian setelah semua perlengkapan nya selesai, dia diminta untuk masuk kedalam, ambil antrian untuk bayar dan menuju proses selanjutnya.

Kemudian pada nomor kedua antrian adalah seorang mbak2 berjilbab, tapi begitu sampe loket dia malah sibuk isi2 formulir yang saat itu belum selesai dia isi. Si bapak penjaga loketnya enggak mau menunggu dan dengan sopan tapi tegas mempersilahkan si mbak2 untuk minggir dulu, dan mempersilahkan saya untuk maju, karena formulir saya sudah siap dan sudah di isi. Tapi si mbak2 itu enggak mau minggir dan malah ngedumel dengan judes. Si bapak petugas loket rupanya mendengar omelan si mbak2 jutek ini dan naek darah, lalu dia teriak dengan lantang : MBAK, KAN TADI UDAH DIKASIH TAU SAMA SECURITY, KALAU MAU ANTRI, FORMULIRNYA HARUS SUDAH DI ISI TERLEBIH DAHULU. KALAU BELUM ISI FORMULIR, YA DI ISI DULU, TAPI JANGAN DI ISI DI DEPAN LOKET. MBAK NGERTI NGGAK ? mbak2 tersebut merengut, mulutnya monyong 3cm, tapi dia bergeser dari antrian dan sayapun maju ke depan loket.

Sumpah saat itu sangat berjuang banget, berjuang menahan sakit kaki sekaligus menahan tawa. Kemudian langsung saya serahkan semua berkas saya, sambil menjelaskan bahwa sebelumnya berkas saya sudah diperiksa pada bulan Agustus 2013, akan tetapi ketika hendak membayar uang jasa pembuatan passport saat itu, saya tidak membawa uang cukup untuk membayar, dan akhirnya menunda proses perpanjangan paspor saya hingga saya baru bisa kembali lagi saat ini. Kemudian si bapak membolak balik berkas saya sambil bertanya : kenapa lama sekali urus nya dari proses pertama, yaitu bulan Agustus 2013, sementara saya baru balik lagi pada bulan Desember 2013? Saya jawab : susah ijin dari kantor nya, karena lagi sibuk banget di kantor. Si bapak kemudian minta saya menunjukkan semua dokumen asli untuk dicocokan ke dokumen photocopy diatas kertas A4 tersebut. Setelah beliau puas menyocokkan dokumen asli dengan photocopy, kemudian beliau meminta saya masuk ke sebuah ruangan dan mengambil nomor antrian untuk proses selanjutnya, yaitu antrian bayar.

Saya dapat antrian nomor 57. untuk ukuran loket baru buka, nomor antrian sudah nomor 57 aja, sementara di depan saya si bapak2 misterius tadi dengan nomor antrian 56. Tak lama kemudian nomor antrian mulai dipanggil, dengan memanggil nomor urut 51 !!! cukup aneh, karena ketika loket baru di buka, nomor antrian kan di buka dengan nomor urut 56, tapi yang dipanggil no 51-55 dulu. Kapan mereka antri nya ya? secara loket pembayaran kan baru buka ketika kami masuk? Oh well, ada hal2 yang emang “harus” dimengerti, either itu nomor titipan atau mereka emang calo yang udah ngetekin nomor dari entah kapan tau - lewat jalur belakang. Entahlah, yang jelas, saya harus sabar menunggu nomor antrian siluman itu selesai dulu baru giliran saya dipanggil.

Saya ke loket pembayaran, membayar Rp 255,000 sesuai dengan tariff resmi saat itu, dan duduk kembali dengan manis. Kemudian ada tiga tahap antrian lagi, yaitu wawancara umum, wawancara khusus dan sesi pemotretan yang masing2 proses enggak sampai memakan waktu lebih dari 5 menit.

Ketika wawancara umum saya ditanya2 tentang hal pribadi, seperti nama asli sesuai dengan nama yang tertera di KTP, tempat tanggal lahir, alamat rumah, no telp rumah dan no HP, terakhir harus menyebutkan nama tengah ibu kandung. Sessi wawancara ini ditutup dengan pengambilan sidik jari, 4 jari kanan dan kiri, yang dilanjutkan dengan dua jempol kanan dan kiri sekaligus. Di sessi ini mbak petugas yang melakukan wawancara juga menyocokkan berkas2 saya, antara dokumen asli dengan dokumen copy nya. Kemudian saya pindah ke meja sebelah, untuk wawancara khusus, ditanya2 lebih detail seperti kerja dimana, sudah berapa lama kerja, dll dsb untuk kemudian diminta untuk ke meja terakhir dimana di meja terakhir adalah sesi photo.

Dan di sessi terakhir ini, kaki saya makin parah sakitnya. Kaki sebelah kiri ini mulai membengkak dan membiru, yang membuat saya tidak bisa jalan sebagus beberapa menit sebelumnya, dan membuat muka saya terus meringis menahan sakit. Di meja terakhir, saya di photo dua kali, yang satu enggak pake flash, yang satu lagi pake flash. Dua2nya enggak bagus. Then again, photo passport siapa sih yang pernah bagus ??? *cari temen* . Selain saya menahan sakit kaki yang sudah mulai tak tertahankan, muka saya juga keliatan tembem banget. Dan yeah, lebih enak emang nyalahin kamera kalau tampang kita udah paling maksimal kayak begitu. Tapi saya tetep enggak happy. Sumpah, PHOTO SAYA DI PASSPORT JELEK SEKALI!

Anyway, selesai semua proses itu, waktu menunjukkan pukul 09.00 pagi. Alhamdulillah, dalam 30 menit, kelar juga ini urusan. Akan tetapi, “one day service” ternyata bukan berarti hari ini urus hari ini juga selesai, akan tetapi, hari ini urus, besok baru bisa di ambil. Jadi, passport saya baru selesai besok, and oh, jam pengambilan passport hanya pukul 15.00 – 16.00 setiap hari kerja nya. So jangan pada lupa ya, kasian nanti kalian, jauh2 ke kota, sampe disana enggak bisa ambil karena bukan jam ambil nya.

So dikarenakan kaki saya sudah amat sakit, saya niat untuk kembali ke kantor dan minta ijin sama boss untuk urut kaki dan secara jalanan udah amat sangat macet dari kota ke wilayah Jalan Mataram, akhirnya saya memutuskan untuk naik ojek dati Kota ke kantor, dan pemirsa, jarak sejauh itu, bayar ojeknya hanyak Rp 50,000 saja ! Luar biasa. Setibanya di kantor, saya dianter oleh teman kantor untuk berobat pijet urut di Haji Naim, salah satu pengobatan alternative pijat urut patah tulang yang lumayan terkemuka di Jalan MPR, sekitar wilayah Cilandak/Cipete, Jakarta Selatan. Untuk cerita mengenai tukang urut patah tulang Haji Naim, saya akan cerita di bab berikutnya ya.

Pengambilan passport.

Dikarenakan selama 1 minggu penuh saya terpaksa bed rest dirumah, enggak bisa jalan pasca loncat ala catwoman dari jalur busway, akhirnya saya meminta OB kantor untuk mengambilkan passport dengan melampirkan surat kuasa yang disertai dengan materai Rp 6,000. Akhirnya passport baru tiba di tangan saya dan sayapun sudah bisa mulai booking tiket pesawat untuk rute internasional.

Sekedar informasi tambahan, untuk perpanjangan passport, nomor passport yang baru itu TIDAK SAMA dengan nomor passport lama, yang artinya, ini bukan perpanjangan passport, tapi pembuatan passport baru karena selain buku passport nya baru, nomor nya juga baru, engak sama dengan nomor lama. Itu aja.

So good luck untuk pembuatan passport baru nya.

Semoga informasi nya berguna.

Cheers!

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun