Menurut versi KPK, kasus itu sendiri sebenarnya sudah dianggap selesai oleh polisi. Novel saat itu sudah dihadapkan dalam sidang kode etik polisi dan dinyatakan bersalah. Namun saat itu, Novel sebenarnya tidak bersalah. Novel justru menanggung kesalahan anak buahnya.
Novel akhirnya tidak jadi dibawa polisi. Pimpinan KPK pun tegas-tegas sudah menyatakan pasang badan untuk membantu Novel yang juga penyidik kasus simulator SIM. Polri sendiri menegaskan tindakan ini bukanlah upaya kriminalisasi KPK. Polri punya bukti kuat atas tindakan yang dilakukan Novel.
Kejadian ini tentu menjadi tontonan seluruh masyarakat indonesia, betapa dua institusi penegak hukum Indonesia yang harusnya berada di barisan terdepan dalam hal pemberantasan Korupsi justru saling bertikai seolah saling mencekal.
Di lain Pihak, Upaya Mengebiri Hak-hak KPK juga terjadi di DPR, Untuk kesekian kalinya revisi Undang-Undang (UU) KPK digoreng lagi oleh DPR. Memang hak DPR untuk mengubah UU, tapi persoalannya, yang hendak diubah adalah kewenangan krusial KPK. Dalam draf revisi UU KPK yang beredar, sejumlah kewenangan dikebiri dan diamputasi. Mulai dari penuntutan hingga penyadapan.
Ironisnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang digadang-gadang mampu menengahi justru terkesan tutup mulut. Sikap diam SBY ini kontraproduktif terhadap misi pemberantasan korupsi yang selama ini diteriakkannya.
Pengamat hukum dari Masyarakat Pengamat Peradilan Universitas Indonesia (Mappi), Choky Ramadhan menilai sikap diam Istana wajib dicurigai, karena pada akhirnya menyebabkan sengketa penanganan kasus jadi berlaut-larut," katanya,
"Hanya koruptor Yang senang dan diuntungkan dalam perseteruan Lembaga Penegak hukum Ini ."
Wallahua'lam.
[follow @dedisudarwanto on twitter]