Mohon tunggu...
KOMENTAR
Olahraga

Memoar Coach Bambang

29 Juli 2011   08:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:16 674 0
Stadion Omiya, Jepang, 28 Agustus 1979. Sudah 32 tahun berlalu, jadi bisa dimaklumi bila Bambang Nurdiansyah, yang kini telah berusia 51 tahun, butuh kerja keras untuk mengingatnya.

Pada hari itu timnas Indonesia bertemu Argentina dalam kancah Piala Dunia U-20 di Jepang. Tim Indonesia menurunkan kekuatan penuh: kiper Endang Tirtana, David Sulaksmono, Pepen Rubianto, Bambang Sunarto, Arief Hidayat, Didik Darmadi, Nus Lengkoan, Tommy Latuperisa, Mundari Karya, Subangkit, dan striker tunggal Bambang Nurdiansyah.

Argentina pun ogah main-main. Menurunkan Si bocah ajaib yang setahun sebelumnya pada Piala Dunia 1978 masih dinilai terlalu muda untuk masuk tim senior, yaitu Diego Maradona. Pemain lainnya adalah kiper Sergio Garcia, Juan Simon, Hugo Alves, Abelardo Carabelli, Ruben Rossi, Osvaldo Eecudero, Juan Barbas, Gabriel Calderon, Osvaldo Rinaldi, dan striker Ramon Diaz.

Bambang masih ingat Stadion penuh sesak. Dalam catatan 15.500 penonton hadir, dan ternyata merupakan jumlah penonton tertinggi sepanjang pertandingan grup. Indonesia bergabung di Grup B bersama Argentina, Yugoslavia serta Polandia, dan laga Indonesia vs Argentina merupakan pertandingan kedua grup.

Bambang masih ingat pula pesan pelatih Soetjipto Soentoro untuk memainkan skema "angin puyuh" dalam menghadapi Argentina. "Sebenarnya itu strategi sederhana. Kami diharuskan menyerang dan bertahan secara bersama-sama," kata Bambang.

Namun, apa yang terjadi? Justru Indonesia yang malah diterjang angin puyuh. Argentina mengoyak gawang Endang lima gol tanpa balas, tiga dari Diaz dan dua lagi dari Maradona. Diaz kemudian pada akhir turnamen menjadi top skorer.

"Saya benar-benar capek, dalam arti capek melihat kita baru sebentar saja memegang bola, lawan sudah merebut lagi dan mencetak gol," kenang Bambang.

Soal Maradona, Bambang hanya bisa berdecak kagum. "Bila dibandingkan dengan Lionel Messi sekarang, maka Maradona itu bermain dengan keindahan, sedangkan Messi dengan kecepatan," katanya.

Kebanggaan

Bambang juga masih ingat berapa saja skor Indonesia pada pertandingan berikutnya. "5-6-5, saya masih ingat karena saya striker dan tidak mencetak gol sebiji pun."

Maksud Bambang, setelah kalah 5-0 dari Argentina lalu Indonesia kembali menelan kekalahan, yaitu 6-0 dari Polandia dan 5-0 dari Yugoslavia. Argentina kemudian menjadi juara setelah mengalahkan Uni Sovyet 3-1 di partai puncak, dan Maradona terpilih sebagai pemain terbaik.

Kendati begitu, hasil memilukan tanpa bikin sebuah gol pun tidak membuatnya patah arang. "Saya merasa beruntung bisa hadir di Piala Dunia U-20, di sebuah turnamen yang terkenal sebagai tempat lahirnya bintang-bintang dunia. Saat itu, saking bangganya kita semua tak pernah menolak apa yang diperintahkan pelatih dalam berlatih," ucapnya.

Kehadiran Indonesia di Piala Dunia U-20 sendiri sedikit berbau keberuntungan. Arab Saudi sebagai juara Asia U-19 pada 1978 mengundurkan diri sebagai wakil Asia, sehingga timnas sebagai semifinalis naik menjadi pengganti. Indonesia hadir sebagai wakil Asia bersama Korea Selatan dan Jepang.

Kala itu Almarhum Ali Sadikin sebagai Ketua Umum PSSI menunjuk mantan pemain timnas Soetjipto, yang baru saja pulang dari Jerman Barat mengikuti kursus pelatih yang diselenggarakan oleh FIFA.

Pada Kamis (28/7) lalu, Bambang hadir di Stadion GBK saat timnas Merah Putih melumat Turkmenistan dalam laga kualifikasi Zona Asia menuju Piala Dunia 2014 di Brasil.

Perawakan Bambang masih terlihat kokoh dalam usianya sekarang. Perutnya tidak membuncit, dan ditambah kumis tebalnya, Bambang yang kelahiran Banjarmasin ini terkesan tetap enerjik.

Banyak wartawan cukup memanggilnya coach, karena figur ini memang pernah berjaya membawa skuad wartawan Jakarta juara dalam turnamen Sepak Bola Se-Jawa pada 1999. Sekarang Bambang menjadi pelatih di klub Jakarta FC 1928.

Ditengah hiruk-pikuk kegembiraan tim Merah Putih lolos ke fase ketiga kualifikasi Piala Dunia 2014, ingatan Bambang kembali mengelana kemasa 32 tahun silam sebagai sosok yang pernah mewakili jutaan penduduk Indonesia. Sebuah kebanggaan yang benar-benar tinggi karena hingga saat ini peristiwa itu belum bisa lagi dirasakan oleh timnas Indonesia.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun