Ketika diriku membaca puisi-puisi romantis, diriku melihat mereka sang penciptanya sangat rapuh di pelukkan cinta. Mereka begitu mendewa-dewikan orang yang dicintainya. Sehingga mereka rela menjadi budak cinta orang yang dicintainya. Mereka rela berkorban. Rela berjuang. Cinta menjadi segala-galanya. Tak terlihat lagi pemilik cinta itu seorang pembual yang serakah. pada zaman ini
Namun, untuk cinta pada zaman penuh simpul riak-riak kapitalisme seperti ini, dibutuhkan pribadi digdaya, berjiwa ksatria, berhati kokoh, dan bermental baja. Cinta di era Melanium ini dibutuhkan kepribadian yang kuat dan yang cermat. Kebijakan langit global yang mengantar kemajuan teknologi ke semua aspek kehidupan keluarga, masyarakat dan anak bangsa membuat kita menjadi sulit menemukan pribadi-pribadi yang kuat, dapat dipercaya, santun, adil dan takut pada Tuhan.
Seseorang yang ingin mengayuh bahtera cinta, terlebih dahulu harus memahami eksistensi kemanusiaan dirinya, menyempurnakan diri dengan nilai-nilai kehidupan, mengamalkan ajaran agamanya, mendigdayakan kekuatan lahir- bathinnya. Karena pada era zaman ini begitu banyak cinta yang bersayap nafsu birahi, keserakahan dan kemunafikkan.
Sekarang ini terlihat jelas wajah cinta membentang luas. Seluas
cakrawala kehidupan ini. Dan diri menjadi merasa kuat ketika cinta hadir membungkus. Tak kan lagi merasakan sakit. Karena hati terjaga cinta.
Lebih dari itu, ketika pegiat cinta, cintanya ditolak oleh orang lain, Lidahku akan bilang pada diri sendiri, "Masih ada ribuan, bahkan jutaan manusia yang menunggu kehadiran cinta sejati.". Cinta yang hakiki, pada zaman ini hanya milik orang-orang yang kuat.