Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora Pilihan

Bersyukur Kok Susah Banget

11 November 2020   11:54 Diperbarui: 11 November 2020   12:07 187 24
Beberapa hari ini atau lebih tepatnya sudah tiga bulan terakhir ini, saya sedang diliputi kegundahan. Karena itu, saya jadi penuh dilema.

Dilema itu muncul karena saya berpikir sudah melakukan sesuatu, tapi hasilnya tidak memenuhi ekspektasi. Akibatnya, saya nyaris ingin berhenti, lebih tepatnya menjedanya agar pikiran saya tidak semakin kalut.

Tetapi, hal itu juga saya tahan. Menurut saya, justru akan semakin berbahaya jika saya memilih berhenti walau sejenak.

Itu artinya, saya akan mengubah kebiasaan saya. Jika berubah, tentu untuk mengembalikan hal yang sebelumnya saya lakukan akan penuh perjuangan lagi.

Sebagai orang yang perlu beradaptasi lebih lama dari orang lain, itu bahaya. Malah bisa membuat saya akan semakin tenggelam.

Tenggelam di dalam air itu ada dua penyebabnya. Pertama, kita tidak percaya dengan kemampuan air dalam mengapungkan tubuh kita.

Kedua, kita sudah sangat kelelahan untuk terus berenang. Faktor kedua ini yang biasanya menjadi penyebab paling banyak.

Tetapi, saya pikir faktor pertama juga bisa membuat orang tenggelam. Karena tidak percaya dengan diri sendiri atau dengan apa yang ada di sekitarnya, maka orang tersebut akan melawan.

Perlawanan pun ada dua dampaknya. Pertama, bisa membuat seseorang lolos dari bahaya. Kedua, orang tersebut juga bisa malah menjemput maut.

Dua dampak yang berbeda itu berdasarkan dua konteks yang berbeda. Positif dan negatif.

Jika saya berada di tempat yang positif, maka hasil dari perlawanan saya akan menjadi negatif bagi saya.

Sedangkan, kalau saya berada di tempat negatif, maka perlawanan saya bisa memberikan hasil positif.

Artinya, di dalam upaya melakukan perlawanan, perlu dilihat juga di mana atau seperti apa konteksnya. Amati dulu, dan analisis dulu dua hal tersebut.

Setelahnya, baru diputuskan tindakannya. Melawan atau bertahan.

Pertimbangan itu yang kemudian saya terapkan di kasus saya. Saya mencoba menganalisis dulu konteksnya dan di mana saya berada.

Ternyata konteksnya memang ada dalam pertautan antara tantangan dan ketidakmampuan. Bahkan, juga keengganan.

Terkadang, atau malah sering, saya merasa enggan untuk mengikuti tantangan yang ada. Saya sering mengedepankan keinginan atau atas dasar kemampuan saya.

Itu membuat saya tidak memperoleh hasil yang seperti orang lain dapatkan. Orang lain lebih fleksibel, dan berani berdarah-darah. Saya tidak.

Itulah yang membuat saya belum kunjung melawan. Karena, saya pikir (mungkin) permasalahannya ada di diri sendiri.

Analisis kedua adalah tempatnya. Saya mengamati tempat yang saya huni ternyata cukup positif.

Masih saya bilang cukup, karena tidak ada tempat yang sepenuhnya positif. Pasti ada saja ruang-ruang negatif di dalamnya, entah kecil atau sedang.

Namun, dalam menilainya saya juga perlu melakukan komparasi. Tidak elok menilai sebuah tempat tanpa ada referensi tempat yang berbeda untuk menemukan bagus-tidaknya tempat itu.

Meskipun saya tidak perlu menjadi penghuni tempat lain, saya sudah merasa cukup tahu poin-poin mana yang bisa dibandingkan ketika saya menjadi pengunjung di tempat lain.

Selain itu, saya juga menggunakan sedikit pengalaman, yaitu tentang 'apa yang Anda suguhkan adalah yang terbaik'. Ini bisa dilihat contohnya dari kebiasaan orang zaman sekarang di media sosial.

Pernahkah, kita mengunggah penampakan rumah berantakan di media sosial?

Mungkin ada yang pernah, demi konten tertentu, misalnya konten horor atau kampanye minta bantuan sosial. Selebihnya, nyaris mustahil.

"We show what's best".

Pemikiran semacam ini juga tidak muncul serta-merta. Misalnya, dari pengalaman saya menjadi bagian dari organisasi atau suatu pekerjaan, yang kemudian memperlihatkan bagaimana perbedaan di luar dan di dalam tempat itu.

Hal ini juga yang kemudian menjadi modal saya dalam menganalisis tempat saya. Sejauh ini, saya masih merasa aman. Itu artinya, masih positif.

Jika sudah demikian, maka tidak mungkin saya memilih pergi atau melawan. Saya justru ingin mengikuti aturan mainnya.

Sejauh itu tidak merusak karakter saya, dan malah membantu membangunkan kemampuan saya, maka itu akan saya arungi. Bagaimana dengan timbal-baliknya?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun