Meski begitu, gelar Liga Champions hadir untuk memberikan bukti bahwa Liverpool sedang berada di masa yang bagus, pasca pembangunan skuad yang diasuh oleh Jurgen Klopp tersebut. Liverpool yang juga merupakan finalis Liga Champions musim lalu berhasil menunjukkan diri mereka sebagai tim yang memiliki pengalaman untuk bersaing berebut gelar tertinggi di Eropa.
Menghadapi sesama klub asal Inggris rupanya menjadi keberuntungan maupun kewaspadaan bagi Klopp. Ini dapat dilihat dari taktik bermain mereka yang tidak berusaha menguasai permainan dan membiarkan para pemain Spurs mencoba mengembangkan permainannya. Namun, mengapa Liverpool tetap mampu juara meski tak dominan dalam menguasai permainan?
Pertama, Liverpool kembali ke final dengan modal skuad yang lebih baik. Khususnya pada kedalaman skuad. Bahkan susunan pemain utama pun terdapat perubahan. Yaitu, bergantinya kiper utama dari Loris Karius ke Alisson Becker. Hasilnya pun positif bagi Liverpool karena kiper asal Brazil ini jarang melakukan kesalahan. Sehingga, penggalangan pertahanan Liverpool di final kali ini lebih tenang ketika menghadapi gempuran serangan lawan yang tiada henti.
Faktor kedua, Liverpool memilih menjadi tim yang tak perlu mencari penguasaan bola. Mereka hanya ingin bermain simpel, yaitu bertahan dan menyerang. Tidak ada penguasaan bola, karena bola selalu segera diarahkan ke depan tanpa ada penundaan dan pengorganisasian yang rumit. Hal ini membuat pertahanan Tottenham Hotspur tidak bisa tenang. Karena, ketika mereka sedikit saja melakukan kesalahan, itu sudah berarti akan memberikan peluang bagi Liverpool untuk menciptakan peluang.