Hari buruh diperingati karena, untuk mengingat bahwa nasib buruh perlu diperhatikan---tidak hanya dipekerjakan. Seiring berjalannya waktu, tunjangan hidup untuk para buruh juga diperhatikan oleh masyarakat meskipun (sebenarnya) semakin membaik. Gaji juga sudah cukup bisa disebut sesuai dengan apa yang dapat mereka lakukan di dunia pekerjaan tersebut. Namun, bukan soal gaji yang kurang. Melainkan tingkat kebutuhan manusia yang sebenarnya semakin bertambah.
Standar kehidupan yang di sini akan menjadi pokok utama pembahasan.
Perlu kita cermati, bahwa kita tidak bisa serta-merta menilai bahwa pihak pemberi kerja (perusahaan ataupun instansi) adalah pihak yang salah---mengenai kesejahteraan buruh. Hanya karena, mereka dinilai tidak memberikan gaji yang cukup. Namun, secara faktual, kita perlu menganalisis bahwa pemberi kerja juga harus memikirkan kecukupan dalam operasional usaha mereka. Apakah bisa untung atau tidak.
Suatu hal yang sebenarnya sangat praktis. Kehidupan manusia selalu mencari untung dan menghindari rugi. Namun, yang menjadi pembeda adalah standar kebutuhannya. Standar kebutuhan pemberi kerja seharusnya berbeda dengan standar kebutuhan buruh. Sehingga, hal ini tidak bisa dianggap seratus persen bahwa buruh tidak sejahtera sedangkan orang 'borjuis' semakin leha-leha.
Namun, bukan berarti tulisan ini menganut paham fungsionalisme*. Melainkan ini hanyalah berkaitan tentang standar kebutuhan saja. Hal yang mendasar. Bukan tentang kepentingan.