Sudah banyak fenomena maupun peristiwa terjadi selama sebulan terakhir menjelang pilpres dan pemilu yang akan tergelar serentak pada 17 April 2019. Lalu, bagaimana dengan situasi di debat nanti malam (13/4)? Mampukah kedua paslon menanggapi segala hal yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini dengan kalimat-kalimat efektif dan terpercaya?
Hal ini yang pastinya akan diperhatikan sekaligus dinantikan oleh masyarakat. Soal visi-misi, sepertinya kedua pasangan calon (paslon) sudah cukup banyak diketahui oleh masyarakat. Sehingga, kedua paslon sudah tidak terlalu diperlukan untuk mengungkap lagi tentang visi-misinya---jika itu sudah solid dan tidak terbarui. Namun, yang terpenting adalah bagaimana pola kerja masing-masing saat menghadapi situasi terkini. Yaitu, bagaimana pola kerja kedua paslon saat dihadapkan pada kebutuhan jangka pendek dan kemudian berpengaruh pada kebutuhan jangka panjang negara ini nantinya.
Indonesia adalah negara yang berideologi Pancasila, semua sudah tahu itu. Indonesia adalah negara ber-Bhinneka Tunggal Ika, semua sudah tahu itu.
Begitu pula ketika Indonesia disebut sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Semua juga sudah tahu itu.
Namun, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana mengatasi pola hidup masyarakat Indonesia saat ini yang sangat bergairah dalam berjejaring di dunia digital. Mampukah masing-masing paslon menelurkan kebijakan yang solid untuk mengantisipasi pola hidup masyarakat yang bakal semakin sulit untuk dikontrol?
Tidak bisa dipungkiri bahwa kecanggihan dunia digital akan membuat masyarakat semakin bergerak cepat untuk membuat segala hal yang dulunya masih perlu proses secara bertahap, namun, kini proses itu bisa dipersingkat. Tidak hanya soal bidang administratif, birokratif, namun juga soal interaktif.
Manusia adalah makhluk sosial. Walau kini, mulai bergeser atau terbarui ke sosial-net.
Maka dari itu, perlu adanya kebijakan nyata tentang pola itu. Karena, jika tidak demikian, maka segala bentrokan yang terjadi di ranah sosial-net akan semakin sulit untuk diantisipasi, dan akan berdampak pada ketidaksiapan masyarakat yang gaptek ataupun yang baru-baru memegang gadget (PC/ponsel).
Namun, kebijakan ini tidak akan menjadi pembatas kebebasan, melainkan sebagai koridor yang dapat dimengerti oleh masyarakat. Sehingga, masyarakat tetap tahu apa yang dapat dilakukan dengan bijak saat berada di media sosial. Begitu pula dengan timing. Artinya, masyarakat tahu tentang saat yang tepat untuk memastikan bahwa suatu hal yang sedang terjadi memang sangat perlu dipecahkan melalui media sosial.
Ambil contoh kasus Audrey. Keberadaan kasus perundungan dan perkelahian remaja yang kemudian diviralkan melalui media sosial seolah menjadi suatu hal yang wajib terjadi di masyarakat Indonesia dewasa ini. Suatu hal yang seperti itu, kemudian dapat menyita perhatian masyarakat. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah, pentingkah kasus seperti itu mengemuka di publik ketika kasus lainnya lebih berat dan bahkan dapat mengancam kesejahteraan umum?
Kesejahteraan ini tidak hanya melulu soal manusia, namun juga ekosistem. Jika berbicara ekosistem, maka, tidak hanya manusianya, namun juga lingkungan. Lingkungan itu terdapat makhluk hidup dan makhluk tak hidup. Jika di makhluk hidup ada manusia, hewan (fauna), dan tumbuhan (flora), maka di makhluk tak hidup terdapat air, gunung, dan kesuburan tanah. Perihal ini nyatanya tidak terlalu bagus bagi Indonesia saat ini.
Banjir terjadi di mana-mana, timbunan sampah semakin melimpah, dan belum lagi jika menyentil tentang kebutuhan listrik yang juga kian meninggi. Maka, kasus seperti Audrey sebenarnya hanya bagian kecil dari semua permasalahan tersebut. Memang, perlu kita peduli dengan kasus seperti Audrey ini, namun bagaimana dengan perihal lainnya?
Bagaimana dengan kebutuhan masyarakat terhadap pasokan air bersih? Bagaimana dengan kebutuhan masyarakat terhadap listrik yang semakin tinggi? Padahal, segala bidang pekerjaan semakin mengandalkan operasional listrik. Begitu pula dengan penanganan terhadap konservasi alam. Sudah bisakah lembaga dan masyarakat Indonesia berpartisipasi aktif terhadap konservasi alam?
Inilah yang akan perlu ditunggu dari keberadaan kedua paslon di panggung debat puncak nanti. Kita perlu tahu, apa yang dapat dilakukan secara cepat dan apa yang akan dapat berdampak positif secara berkelanjutan. Termasuk dalam mensosialisasikan keidealan dalam berjejaring di media sosial.Â