Sekitar tahun 1970-an.
Kala itu Freeport dibangun. Sayangnya, negara belum ikut terlibat secara maksimal dalam bisnis tersebut. Bisa dibayangkan ketika kekayaan sumber daya alam (SDA) yang kita miliki dikeruk dan hanya menguntungkan satu pihak saja. Sayangnya, satu pihak tersebut bukanlah kita.
Api semangat Bahlil tidak padam. Kenangan di masa lalu hanyalah menjadi pembelajaran di masa kini untuk berproses menjadi lebih baik lagi. Bahlil mewakili para petinggi negara, ia menjelaskan bahwa pemerintah mengajak perusahaan-perusahaan negeri untuk mengambil peran dalam pengembangan industri baterai Indonesia.
Bukan lagi tentang emas, kini nikel yang harus kita "selamatkan".
Indonesia sendiri memiliki cadangan bijih nikel 23,7 persen, bisa dikatakan terbesar di dunia untuk saat ini. Nikel menjadi tokoh utama jika ingin membuat baterai kendaraan listrik. Untuk memproduksi baterai tersebut maka hilirisasi nikel menjadi solusi yang tepat dan harus berjalan agar benda tersebut tercipta. Jika hilirisasi nikel berjalan dengan lancar maka target negeri ini menjadi pusat produksi mobil listrik di dunia dapat tercapai.
Selain melancarkan program hilirisasi, peran investor dari lokal dan asing juga diperlukan jika ingin Indonesia keluar dari zona nyamannya. Bahlil mengungkapkan sudah ada perusahaan asing yang akan menanamkan modalnya di industri baterai terintegrasi di Tanah Air yakni LG senilai USD 9,8 miliar dan Contemporary Amperex Technology (CATL) dari Tiongkok dengan nilai investasi USD5,2 miliar.
Kabar baiknya lagi, pemerintah siap menggandeng para pengusaha lokal di daerah dan pelaku Usaha Mikro kecil dan Menengah (UMKM).
Bagaimana dengan nasib Indonesia begitu tahu perusahaan otomotif Tesla Inc. lebih memilih India untuk berinvestasi di sana?
Jangan berkecil hati. Pemerintah terus berupaya untuk mengembangkan industri kendaraan listrik. Selain CATL dan LG, salah satu calon investor baru yang disebutkan oleh Bahlil ialah Volkswagen (VW). Dirinya mengungkapkan saat ini pemerintah tengah berkomunikasi dengan perusahaan asal Jerman tersebut. Selain VW, Indonesia juga sedang melirik BASF. Untuk mempermudah para investor asing agar mau berinvestasi di Indonesia, pemerintah mengurus semua perizinan.
Perlu diingat. Jika perizinan sudah ada maka jangan sampai melupakan aspek environmental, social, and governance atau ESG. Karena, jika lingkungan tidak dipedulikan dan malah melupakan dampak dari limbahnya, bisa-bisa investor enggan untuk mampir ke Indonesia. Kejadian ini tentunya tidak diharapkan terjadi, kan?