Julius masih menulis di Harian Kompas, meski tak lagi bekerja di koran itu. Baru saja saya tak sengaja membaca tulisan lamanya, "History", "His Story", atau Sekadar "Sorry" di Harian Kompas, Sabtu, 13 September 2008.
Saya tak terganggu dengan kesangsiannya terhadap memoar Letnan II Soekardjo Wilardjito dalam buku Mereka Menodong Bung Karno, terbit tahun 2008. Pada intinya, Julius menilai cerita Soekardjo tak masuk akal. Terutama soal para perwira tinggi suruhan Soeharto menodongkan pistol kepada Presiden Sukarno di Istana Bogor agar meneken surat yang kemudian disebut Supersemar, Surat Perintah 11 Maret.
Satu hal yang membuat saya terganggu ketika Julius menulis;
Bahwa Soekardjo diciduk setelah Supersemar memang sudah seharusnya demikian. Sewaktu menjadi mahasiswa UGM, dia aktivis CGMI. Bahwa CGMI bukan ormas PKI, juga jawaban standar. Sebagaimana Gerwani, SOBSI dan Pemuda Rakjat, mereka tidak akan pernah mengaku bahwa mereka ormas pendukung PKI.
Saya bersimpati kepada nasib Soekardjo serta perjalanan malang dari ribuan orang seperti dia. Namun, hal tersebut tidak lantas mendorong saya tidak kritis mempertanyakan setiap detail dari his story.