Semua puisiku bergantengan tangan meninggalkanku. Aku diajak ke tebing untuk menyaksikan mereka melompat ke dalam jurang tanpa dasar dan nama. Penaku ikut mengering dalam aksi demo mereka. Ia berubah dari pipa inspirasi menjadi batu nisan tanpa nama. Aku melemparkannya ke dalam jurang menyusul para puisi. Mungkin ia bisa hidup kembali di sana, pikirku. Kini aku sendirian tanpa lidah tinta untuk menjilat lukaku.
KEMBALI KE ARTIKEL