Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Pergeseran Tata Nilai, Pelajaran dari Ariel, Rhoma dan AA Gym

25 Januari 2013   23:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:18 668 3
Lekat di ingatan kegemparan yang ditimbulkan video Ariel-Luna, Indonesia terguncang. Seorang artis dengan lagu-lagu merdu berkelas dan menjadi idola anak muda ternyata "bintang porno". Belum habis helaan nafas, film kedua menyusul, kali ini Ariel dengan Cut Tari, seorang perempuan dari daerah yang dikenal religius dan  masih memiliki suami sah. Masyarakat kembali geleng-geleng kepala, entah karena takjub entah pegal karena memiringkan kepala.

Ariel dihujat, Ariel dicaci, polisi menyeret sang idola ke meja hijau. Meski ada juga yang membela karena Ariel juga korban dari oknum yang menyebarkan video, Ariel tetap sukses masuk penjara.

Kasus lain yang berbeda tapi juga masih lekat di ingatan adalah penggerebekan Rhoma Irama dengan Angel Lelga di sebuah apartemen. Rhoma dan Angel tertangkap basah sedang berduaan. Ketika ditanya sedang apa malam-malam anda berdua, dengan enteng Rhoma menjawab: "saya sedang mengajari Angel Lelga agama". Walaupun sudah mafhum dengan hobi sang raja, masyarakat meradang dan menuduhnya munafik. Tapi orang yang faham hukum agama tidak akan sampai pada kesimpulan tergesa-gesa. Menurut agama Rhoma (juga agama saya) orang yang wajib memberi pendidikan agama kepada seorang perempuan hanya ada 2, yang pertama ayahnya dan yang kedua suaminya. Pertanyaannya apakah Rhoma ayah Angel Lelga?

Tidak berapa lama setelah kasus itu Rhoma mengadakan jumpa pers dan mengaku sudah menikahi Angel Lelga, sekaligus menceraikannya saat itu juga. Ohh,.. sungguh terlalu.

Lain Rhoma lain pula KH Abdullah Gymnastiar. Keputusann AA Gym menikahi istri keduanya diumumkan secara terbuka. Segera setelah pengumuman, kecaman kepada AA deras mengalir, jumlah jamaah AA tiba-tiba menyusut drastis. Stasiun televisi seolah mengadakan perjanjian bersama, kompak tidak mengundang AA Gym dalam acara keagamaan, praktis AA tinggal menjadi pengisi acara gossip dan berita sore.

Televisi seolah menjadi hakim di luar pengadilan ketika AA bercerai dengan Teh Ninih, istri pertama AA. Berbagai isu mewarnai perjalanan rumah tangga AA Gym dan kedua istrinya. Tidak lama kemudian AA rujuk dengan Teh Ninih, namun AA Gym tidak pernah lagi, atau mungkin belum, kembali ke popularitas seperti semula.

Artikel ini ditulis bukan untuk mencaci Ariel, bukan untuk membela AA Gym, apalagi dalam rangka mendukung kampanye presiden Rhoma di 2014. Artikel ini ditulis untuk memotret Bangsa Indonesia dari sudut paling dalam.

Belajar dari 3 kisah di atas, dapat kita lihat telah terjadinya pergeseran nilai kronis dalam masyarakat kita. Aa gym dihukum secara sosial, Rhoma pun menjadi pesakitan sosial, padahal keduanya menikah (meskipun AA resmi dan Rhoma tidak). Sementara Ariel yang jelas-jelas tidak menikah memang terjerat hukum pidana, sebentar menginap di penjara, tetapi begitu keluar disambut bak pahlawan, masyarakat kita seolah telah memaafkan dan melupakan Ariel.

Mengenai Rhoma Irama. Betul Rhoma memiliki hobi tidak wajar, juga tidak elok, tapi bukan alasan  untuk melecehkan Rhoma. Urusan Rhoma nikah dengan siapa adalah urusan pribadi Rhoma,  toh  seluruh perempuan yang pernah dinikahinya rela dan tidak mempermasalahkan status mereka, anak yang lahir dari rahim mereka pun tetap diakui Rhoma. Lalu tahukah anda? Saat salah seorang mantan istrinya menderita sakit parah, Rhoma masih bertanggungjawab membayar seluruh biaya pengobatannya.

Sedangkan Aa Gym kehilangan jutaan jamaah, padahal urusan AA Gym menikah lagi adalah urusan pribadi AA, tidak ada sangkut paut dengan hidup siapa pun selain hidup AA dan keluarganya. Sekarang, lihatlah sosok-sosok ustadz di televisi setelah AA Gym tidak lagi mengisi acara keagamaan. Jika bukan "ustadz pelawak", maka "ustadz selebriti" kosong ilmu yang menjadi pengisi ceramah agama. tokoh yang dikenal sebagai ulama sibuk memperebutkan jabatan politik. Orang-orang yang mengaku diri agamis menghias diri dengan kata-kata dan sikap tak beradab.  Sementara ulama-ulama ahli agama yang sebenarnya terpinggirkan, luput dari publikasi dan sorotan media.

Bagaimana dengan Ariel?

Melihat potret perjalanan ketiga tokoh di atas sebagai sebuah pelajaran dan acuan, sepertinya mulai saat ini kita harus mengubah pendapat bahwa Bangsa Indonesia adalah bangsa yang agamis. "Kita adalah bangsa tanpa tata nilai yang mapan", dengan satu kalimat itu barangkali kita sedikit tergerak maju untuk mau memperbaiki minimal diri kita sendiri, daripada terbuai jargon-jargon tentang Indonesia bangsa berbudi-pekerti tinggi tanpa melihat realita.

Bukan kebetulan kalau hari ini televisi kita memegang peran sentral dalam setiap sendi kehidupan kita. Kewajiban kita menjauhkan generasi penerus dari contoh-contoh tidak terpuji yang merusak masa depan bangsa. "Jagalah hati" hai Bangsa Indonesia, "sungguh terlalu" jika menilai rendah orang yang menikah namun menempatkan martabat pelaku perzinahan "bagai bintang di surga".

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun