Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Pelecehan Gus Dur, Bhatoegana dan Sabuk Hitam Doraemon

28 November 2012   00:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:34 2320 3
Membaca berita pelecehan Sutan Bhatoegana terhadap Gus Dur saya teringat hujan ketika saya tinggal di Bogor.  Siang itu cuaca mendung cenderung cerah, anehnya turun hujan, tapi bukan hujan air biasa melainkan butiran es sebesar buku-buku jari berhamburan di atas genteng rumah menimbulkan suara berisik. Yang membuat saya teringat hujan itu, karena hujan es yang saya alami sekali seumur hidup itu saya jadikan penanda tahun dimulainya roda pemerintahan Indonesia yang ditafsirkan dengan penuh kerutan kening dari rakyat hingga pejabat paling tinggi untuk seorang Presiden Abdurrahman Wahid.

Indonesia sedang dalam keadaan genting menuju disintegrasi negara ketika Gus Dur menduduki kursi kepresidenan. Walau pun bisa jadi itu hanya sebuah opini, tapi pola sejarah menunjukan kejatuhan seorang pemimpin otoriter dengan kekuasaan nyaris tak terbatas seperti Soeharto selalu memicu perpecahan di daerah-daerah. Kekuasaan Presiden Habibie sendiri masih lanjutan kepemimpinan Soeharto. Tindakan awal yang diambil pemerintahan Gus Dur pun  menunjukan langkah pencegahan disintegrasi sejak detik pertama menduduki kursi kepresidenan dengan mendorong Megawati Sukarnoputri maju sebagai wakil presiden serta mencegah majunya Wiranto. Persiapan referendum otonomi penuh Aceh (yang berbeda dengan referendum Timor-timur), upaya perdamaian di Maluku dan pengakuan nama Papua menggantikan Irian adalah tindakan berikutnya.

Yang kemudian terjadi setelahnya adalah sebuah akrobat politik yang membingungkan dan mencengangkan semua orang. Dibanding berada di dalam negeri, Gus Dur lebih banyak melakukan kunjungan ke luar hingga mencatatkan rekor dan dijuluki presiden jalan-jalan oleh kalangan yang tidak menyenanginya. Komentar-komentar yang lugas, humor joke verbal, tindakan yang seenaknya sendiri, pertemuan rutin dengan rakyat setelah Shalat Jum'at dan pandangan keagamaan kontroversialnya menjadi ciri khas pribadi Gus Dur, sang pesilat dengan jurus Dewa Mabuk.  Saya ingat organisasi keagamaan di kampus tempat saya belajar bahkan menulis “Gus Dur Sesat dan Menyesatkan”  besar-besar pada spanduk miliknya karena pandangan keagamaan Gus Dur.

Kekukuhan Gus Dur untuk “mereformasi”-baca revolusi- lembaga tentara serta merombak sistem birokrasi dan politik pemerintahan menghadapkan Gus Dur pada konflik dengan TNI -dan purnawirawan berbintang- serta petinggi partai-partai politik di kabinetnya. Rencana Gus Dur membuka hubungan diplomatik dengan Israel semakin menyurutkan dukungan poros tengah yang mendukungnya maju ke kursi kepresidenan. Ujung konflik itu adalah Gus Dur dari turun dari jabatannya melalui Sidang Istimewa MPR yang digagas rekan sekaligus rival politiknya, Amien Rais. Umur pemerintahan Gus Dur memang sangat pendek, sependek celana yang dikenakannya ketika keluar dari istana kepresidenan menghadapi moncong meriam tank tentara yang diarahkan ke istana.

Jurus Dewa Mabuk Gus Dur masih begitu membingungkan orang. Hingga beberapa waktu setelah kembali menjadi rakyat biasa misteri yang tersimpan dari langkah politik Gus Dur satu persatu terungkap.

Sebagai seorang muslim saya banyak mendengar pembahasan tentang bagaimana menyambung silaturahim tidak hanya menjadi pembuka pintu rezeki tapi juga mengalirkan rezeki melimpah. Selama ini dalam setiap ceramah itu saya selalu menemukan pembahasannya dalam konteks pribadi dan keluarga. Saya tidak pernah mendengar ceramah Gus Dur tentang Silaturahim, tapi pada langkah politik Gus Dur saya menemukan aplikasi silaturahim yang meluas hingga konteks kenegaraan.

Gus Dur mengunjungi setiap negara sahabat, bukan cuma negara yang ingin “dijilat” untuk mendapat gelar kehormatan, tanpa membawa sanak keluarga dan tanpa agenda wisata. Kunjungan Gus Dur ke Luar negeri untuk silaturahim antar negara, walau pun Gus Dur mengatakan membawa misi menjaga keutuhan NKRI. Walau pun di balik kunjungan ke Brasil Gus Dur menyimpan rencana perdagangan kebutuhan yang selama ini diimpor dari Amerika Serikat dengan harga tinggi. Walau pun Gus Dur ke Kuba untuk merangkul sebagian warga Indonesia yang puluhan tahun lalu melarikan diri ke sana. Walau pun ke Amman-Yordania untuk alasan perdamaian timur tengah dan investasi.  Ya, hanya sesederhana dan setulus silaturahim-lah 53 lawatan Gus Dur  ke berbagai negara.

Karena ketulusan silaturahim, Presiden Kuba Fidel Castro yang  terkenal keras dan ditakuti Amerika Serikat menyempatkan diri menemui Gus Dur ke kamar hotel Gus Dur tanpa protokoler. Pertemuan dua pemimpin negara itu konon akhirnya diisi gelak tawa melahirkan humor legendaris tentang kegilaan 4 orang Presiden Indonesia. Tentu saja berbeda dengan kunjungan jalan-jalan anggota DPR, sebagai bukti, kunjungan Gus Dur segera mendapat kunjungan balasan dan walaupun tidak tercatat MURI mencatatkan rekor jumlah kedatangan pemimpin asing ke Indonesia.

Kegigihan Gus Dur melawan korupsi ditunjukkan secara nyata dengan proyek reformasi TNI. Sudah menjadi rahasia umum di luar tugas utamanya menjaga negara, TNI memiliki unit-unit bisnis yang menjadi kilang uang bagi prajurit dengan bintang di bahunya. Upaya Gus Dur membabat korupsi di tubuh tentara diwarnai kematian misterius Jendral Agus Wirahadikusumah satu bulan setelah lengser-nya Gus Dur. Kalau pun ada cacat barangkali dari sisi pemberantasan korupsi ini, Gus Dur sendiri mengakui kekurangannya dalam menangani korupsi yang sudah mendarah daging di Indonesia. Namun upayanya menyelamatkan sebagian uang kas Bulog senilai US$ 2 juta hanya melalui tukang pijit pribadinya menjadi catatan tersendiri tersendiri, pertama kali dalam sejarah di dunia seorang tukang pijit berfungsi setara KPK dan menyelamatkan uang negara.

Satu langkah politik yang paling tidak saya fahami adalah niat Gus Dur menjalin hubungan dengan Israel. Ternyata kebijakan yang bisa menyakiti jutaan umat muslim dan tanda ketidaksolideran Indonesia terhadap Palestina bukanlah tanpa alasan. Kenyataan menunjukan jauh sebelum wacana pembukaan hubungan Indonesia-Israel, hubungan kedua negara sebenarnya telah terjalin sangat erat dalam perdagangan dan bantuan-bantuan rahasia. Ternyata Gus Dur bukan membuka hubungan dengan Israel, Gus Dur hanya menyeret hubungan gelap itu ke tempat yang lebih terang agar setiap orang bisa melihatnya.

Dengan segala keterbatasan fisik dan penglihatan, sepak terjang singkat Gus Dur melampaui pemimpin lain di eranya, terlalu terbatas untuk ditulis dalam beberapa paragraf. Kepemimpinannya juga tidak cuma cerita keanehan serta gelak tawa, tapi juga contoh ketegasan. November 2000 dalam KTT ASEAN di Singapura, Gus Dur pernah marah ketika Lee Kuan Yew menolak permintaan Gus Dur agar Singapura menyetujui pembentukan Forum Pasifik Barat. Bandingkan dengan seorang presiden yang tetap adem ayem dan hanya prihatin ketika warganya dihina dina, dianiaya dan dibunuh negara tetangga.  Gus Dur juga tidak segan memberhentikan menteri yang tidak sejalan dengan pandangannya, mengeluarkan dekrit meski harus berhadapan dengan pemecatan sebagai Presiden. Gus Dur memang bukan seorang ahli pencitraan, dan sepertinya tidak peduli, tapi citra nama baiknya tidak pernah luntur.

Gus Dur masih menyimpan kharisma yang begitu kuat, hingga 11 tahun setelah tidak lagi menjabat presiden dan 3 tahun setelah wafatnya seorang politisi masih merasa perlu mencatut nama Gus Dur untuk menarik perhatian publik.  Kasus uang Bulog dan tukang pijitnya itu justru digunakan orang untuk merusak nama baik Gus Dur.

Saya tiba-tiba menjadi teringat cerita Sabuk Hitam Doraemon. Nobita yang ingin mengalahkan Giant mendapat pinjaman sebuah Sabuk Hitam Karate dari Doraemon yang membuat orang yang mengenakannya tidak terkalahkan dalam perkelahian.  Tindakan Bhatoegana ibarat Suneo yang meminjam sabuk hitam Doraemon dari Nobita dan justru digunakan untuk memukul Doraemon. Bathoegana tahu Gus Dur punya sabuk hitam ajaib berupa kharisma dan nama besar, ia meminjamnya cuma untuk membuatnya terlihat hebat karena keberaniannya melecehkan Gus Dur. Tapi, tidak ada poin penting dari pelecehan itu. Tidak seperti sebuah hujan es di tanah Bogor yang akan selalu saya kenang, Bhatoegana tidak akan diingat siapa pun dan tidak ada kebesaran yang akan membuatnya diingat, sebentar ia lagi akan lenyap terhapus angin politik Indonesia.

Depok 28/11/2012

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun