Mohon tunggu...
KOMENTAR
Vox Pop Pilihan

Mundurnya Lucky Hakim dan Sinyal Disharmonisasi Kepemimpinan Indramayu

23 Februari 2023   14:04 Diperbarui: 23 Februari 2023   14:11 439 4
Kabar mundurnya Lucky Hakim dari jabatan Wakil Bupati Indramayu, Jawa Barat, menunjukkan bahwa dinamika tata pemerintahan memang tidak dapat dipisahkan dari konflik.

Melansir Kompas.com, alasan Lucky Hakim mundur dari jabatannya karena merasa gagal menjalankan 99 janji kampanyenya. Jika benar demikian, alasan Lucky Hakim tentu layak diapresiasi.

Akan tetapi, jika dirasa keputusan dari pemilik nama Lukman Hakim itu adalah manuver politik maka perlu menjadi pertimbangan besar. Sederhana, untuk apa memilih calon pemimpin yang gagal?

Namun pernyataan Bupati Indramayu, Nina Agustina Bachtiar yang mengaku tidak memiliki konflik dan masalah seperti pengakuannya ketika dipanggil Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, rasanya tidak bisa ditelan mentah-mentah.

Bagaimanapun, Nina Agustina juga sudah mengkaui jika dirinya tidak berkomunikasi sejak Februari 2022 lalu. Bayangkan saja, satu kantor, berdekatan pula ruang kerjanya.

Sinyal Disharmoni kepemimpinan Indramayu memang sudah mencuat ke publik bukan baru-baru ini. Usut punya usut, disharmoni bupati dan wakil bupati sudah bergulir dan dibahas dalam rapat DPRD terkait pada Januari 2022.

Ketidakharmonisan hubungan bupati dan wakil bupati menunjukkan bahwa persepsi pembagian wewenang yang tidak jelas memicu koordinasi struktural dan fungsional tidak efektif dan pencapaian tujuan tidak selalu berjalan seperti yang diharapkan.

Padahal sesuai dengan UU No 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 66 menyebutkan wakil bupati bertugas membantu kepala daerah.

Rasanya tidak perlu dibahas lebih luas mengenai peran dan fungsi wakil bupati, karena seperti yang kita ketahui peran wakil pemimpin tidak lain sebagai "pemain cadangan".

Seperti diberitakan Kompas.id, pada 16 September 2022, Lucky Hakim sempat mengadu kepada DPRD Kabupaten setempat bahwa dia tidak lagi memiliki fasilitas penunjang, seperti ajudan dan sekretaris pribadi.

Bahkan, Lucky mengaku kantornya tidak bisa dibuka dengan kunci yang ada ditangannya. Jika benar demikian, ini merupakan dugaan diskriminasi yang tidak bisa dibenarkan.

Namun terlepas dari itu, pernyataan Lucky Hakim yang hadir dalam sidang paripurna namun tidak untuk mewakili bupati, juga layak menjadi pertanyaan. Karena sifat 'wakil' tidak bisa dilepaskan begitu saja.

Berbicara mengenai konflik, biasanya terjadi secara horizontal atau vertikal yang menyebabkan ketidakharmonisan dalam administrasi.

Disharmoni antara bupati dan wakil bupati Indramayu tidak lebih halnya seperti konflik dalam organisasi. Dimana konflik dapat muncul ketika nilai dan kepentingan individu berbeda dan tidak selaras. Oleh sebabnya individu berusaha menghalangi upaya untuk mencapai tujuannya.

Demikian Louis Pondy (1967) mengusulkan model konflik organisasi yang mengidentifikasi lima tahap dasar perkembangan konflik, yaitu: potensi oposisi atau ketidakcocokan, kognisi, dan personalisasi, niat, perilaku, dan hasil.

Sedangkan dari perilaku hubungan orang nomor satu dan dua di Indramayu itu telah memenuhi unsur penyebab konflik itu sendiri.

1. Kebutuhan yang Bertentangan: Pengakuan dan konflik kekuasaan yang sudah terang-benderang.

2. Gaya yang Bertentangan: Gaya kepemimpinan setiap indvidu memang berbeda, oleh karenanya pasangan harus saling memahami gaya dari satu sama lain.

3. Persepsi yang Bertentangan: Dalam hal ini orang mungkin melihat insiden yang sama dengan cara yang berbeda secara dramatis, memo, ulasan kinerja, rumor, dan komentar lorong dapat menjadi sumber persepsi yang bertentangan.

4. Tujuan yang Bertentangan: Masalah dapat terjadi ketika orang bertanggung jawab atas tugas yang berbeda dalam mencapai tujuan yang sama.

5. Peran yang Berkonflik: Konflik terjadi ketika tugas dapat memberikan batasan tertentu pada peran, dalam hal ini yang dirasakan wakil bupati.

6. Perbedaan Nilai Pribadi: Perbedaan nilai pribadi politik dapat menimbulkan konflik.

7. Kebijakan yang Tidak Dapat Diprediksi: Setiap kali kebijakan diubah diterapkan secara tidak konsisten atau kesalahpahaman yang tidak ada kemungkinan besar akan terjadi.

8. Faktor Informasi: Ketika berbagai sudut pandang telah dikembangkan. Faktor-faktor ini memberikan pengaruhnya ketika berbagai sudut pandang telah dikembangkan berdasarkan kumpulan fakta yang berbeda.

Jika sudah demikian, maka dampak konflik seperti menimbulkan perasaan takut, permusuhan, ancaman hingga kurangnya rasa percaya di mata publik, sangat berpotensi dapat terjadi.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun