Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Setuju BBM Naik!, asalkan...

25 Maret 2012   14:05 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:30 1606 0

Sudah lebih dari dua bulan sejak rencana kebijakan untuk menaikkan harga BBM oleh pemerintah. Sudah banyak pula bentuk aksi yang dilakukan oleh mahasiswa, praktisi dibidang energi, ekonom yang sangat berpendidikan dan aktivis dari berbagai LSM yang kebanyakan aksinya berujung pada aksi brutal dan pengerusakan fasilitas . Latar belakang tulisan ini sebenarnya hanya ingin ikut meramaikan opini publik tentang rencana kebijakan kenaikan BBM ini atau yang mungkin biasa disebut kebijakan pengurangan “subsidi” untuk BBM dan juga ingin sedikit mengoreksi beberapa sudut pandang yang sudah lebih dulu berkembang di masyarakat luas. melalui tulisan ini saya coba untuk menganalisa semampu saya (maklum masih mahasiswa).

Pertama-tama yang harus diketahui adalah berapa jumlah produksi minyak mentah indonesia perhari. Dari hasil bertanya sana-sini ternyata jumlahnya kira-kira sebesar 907 ribu bbl/hari dan perlu diketahui indonesia juga mengimpor minyak mentah sebanyak 400 ribu bbl/hari dan sebanyak 400 ribu bbl/hari untuk produk BBM (premium, solar,lilin, aspal, plastik dll)ini dikarenakan kebutuhan Indonesia akan minyak mentah yang lebih besar yaitu 1.3 juta bbl/hari. Hal ini juga perlu diingat bahwa Indonesia bukan lagi negara penghasil minyak dalam jumlah besar, karena untuk mencukupi kebutuhan dalam negerinya saja belum cukup. Penyebab indonesia mengimpor juga karena masalah infrastruktur yakni Indonesia belum mempunyai tempat pengilangan yang cukup untuk mengolah minyaknya sendiri. Indonesia mempunyai 6 kilang yang tersebar di indonesia ,yang terakhir dibangun adalah kilang di Cilacap yang kapasitas produksinya paling besar yaitu 348 ribu bbl/hari.

Saya sebelumnya juga ingin mengomentari mengenai tulisan-tulisan tentang kalkulasi harga dan jumlah keuntungan yang sudah banyak beredar sebelumnya di media-media. Perlu diketahui bahwa minyak mentah ketika di suling (refinery process)hasilnya tidak akan menjadi BBM semua atau disini dikhususkan menjadi Premium semua, ada yang menjadi aspal, parafin, atau bahkan menjadi materi residual (limbah). Jadi, asumsi yang beredar sekarang di masyarakat adalah 100 bbl minyak mentah akan menjadi 100 bbl Premium itu adalah salah besar, perhitungannya tidak akan sesederhana itu.

Lalu yang kedua adalah di indonesia ada yang namanya Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas atau yang biasa di sebut BP Migas yang tugasnya adalah : “Melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan kontrak kerja sama dengan semangat kemitraan untuk menjamin efektivitas dan efisiensi kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi guna sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”-sesuai dengan misi BP Migas. Jadi memang betul selain Pertamina ada banyak perusahaan minyak asing dan swasta yang beroperasi di Indonesia, tetapi bentuk kerja sama perusahaan asing ini adalah dengan sistem bagi hasil (production sharing contract) disini persentasenya 85% untuk pemerintah dan 15% untuk si perusahaan yang sebelumnya sudah dikurangi dengan ongkos produksi si perusahaan untuk mengambil minyak tersebut (cost recovery), jadi walaupun yang mengambil minyak mentah di Indonesia adalah perusahaan asing, minyak mentahnya akan langsung menjadi milik pemerintah bukan menjadi milik si perusahaan asing. Si perusahaan asing ini akan mendapatkan imbalan berupa cost recovery yang di ganti oleh pemerintah dan dari 15% hasil dari bagi hasil dengan pemerintah. Istilahnya perusahaan asing ini mendapatkan “ongkos kerja” ya dari 15% ini, karena cost recovery adalah biaya awal atau modal bagi perusahaan untuk mendapatkan minyak (biaya eksplorasi, pengeboran, gaji karyawan, dll). Dan sebelum beroperasi di indonesia, lapangan yang sudah proven, probable, dan possible akan di lelang oleh pemerintah melalui BP Migas untuk menentukan perusahaan mana yang akan mengolah lapangan tersebut. Berikut saya lampirkan diagram alir PSC dan contoh perhitungannya (saya belum bisa mendapatkan data terbaru), bisa dilihat rata-rata biaya cost recovery adalah 27% dari revenue/ total pendapatan.

Gambar 1. Contoh Skema Sistem Bagi Hasil (production sharing contract) Di Indonesia

Tabel 1. Contoh Perhitungan Bagi Hasil Minyak Mentah Di Indonesia

Lalu apakah pemerintah masih untung dengan harga yang beredar sekarang sebesar Rp 4500/liter untuk premium? Bila berbicara tentang minyak ini milik negara dan yang masyarakat perlu beli/ganti hanya biaya produksinya, ya negara masih untung. Tetapi kalau kita perhitungkan opportunity cost yang bisa diciptakan dari hasil penjualan minyak tersebut (contoh: apabila minyak seluruhnya kita jual ke negara asing/ kita ekspor secara keseluruhan dengan harga pasar dunia) negara akan rugi senilai dari harga pasar dunia dikurangi harga yang sekarang berlaku di pasar Indonesia untuk Premium. Misalkan harga minyak sekelas Premium di pasar dunia dijual senilai Rp 8000/liter sedangkan di Indonesia Rp 4500/liter, jadi masih ada selisih Rp 3500/liter. Nah yang dinamakan “subsidi” ini adalah biaya yang ditanggung oleh pemerintah untuk mempertahankan harga premium yang dijual di Indonesia tetap Rp 4500/liter, senilai Rp 3500/liter tadi. Kenapa harus menjual dengan harga pasar dunia? Karena migas adalah salah satu penyumbang devisa negara terbesar sehingga tidak bisa diasumsikan harga minyak milik negara adalah 0 dan masyarakat hanya membayar sejumlah biaya produksinya per-liter saja, bila diasumsikan Rp 0,- maka jumlah devisa negara dari migas juga akan sama denganRp 0,-  atau tidak ada sama sekali. Disini devisa negara diasumsikan untuk biaya-biaya pembangunan, pendidikan, kesehatan dan pelunasan cicilan utang Indonesia ke luar negeri. Disinilah yang dimaksud dengan opportunity cost yang bisa dihasilkan. Seiring dengan naiknya harga minyak mentah dunia maka makin besar pula “subsidi” yang ditanggung oleh pemerintah yang sebenarnya bisa dialokasikan untuk hal-hal lain (hal-hal lain disini bukan untuk di korupsi loh ya!).

Pada pelaksanaannya pemberian subsidi pada BBM ini ternyata salah sasaran. Yang seharusnya hanya untuk masyarakat tidak mampu tapi ternyata yang menikmati adalah golongan menengah keatas yang kebanyakan memiliki kendaraan bermotor. Terlihat dari data berikut:

Tabel 2.  Sektor Pengguna BBM bersubsidi tahun 2010

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun