Pada 1 Juni 1945, dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Soekarno mengusulkan konsep dasar negara yang kemudian dikenal sebagai Pancasila. Lima sila yang diusulkannya adalah:
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau perikemanusiaan
3. Mufakat atau demokrasi
4. Kesejahteraan sosial
5. Ketuhanan yang berkebudayaan
Usulan ini mencerminkan upaya untuk mengakomodasi berbagai nilai dan keyakinan yang ada di Indonesia. Sila pertama, "Ketuhanan yang berkebudayaan," misalnya, menunjukkan penghormatan terhadap berbagai agama dan kepercayaan yang dianut oleh rakyat Indonesia.
Selanjutnya, dalam proses perumusan yang melibatkan Panitia Sembilan, terjadi diskusi intensif mengenai rumusan sila pertama. Awalnya, terdapat usulan untuk mencantumkan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya, namun setelah mempertimbangkan keberagaman bangsa, disepakati rumusan "Ketuhanan Yang Maha Esa" yang lebih inklusif dan dapat diterima oleh semua golongan.
Pancasila sebagai dasar negara tidak hanya menjadi simbol persatuan, tetapi juga landasan bagi kehidupan demokratis di Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, seperti kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, mencerminkan komitmen bangsa terhadap prinsip-prinsip demokrasi yang menghargai perbedaan dan keberagaman.
Dengan demikian, perumusan Pancasila mencerminkan pluralisme bangsa Indonesia, mengakui dan menghormati keragaman yang ada, serta menjadi landasan bagi persatuan dan kesatuan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.