wilayah pesisir Indonesia. Fenomena ini tidak hanya dipicu oleh curah hujan yang
tinggi, tetapi juga oleh kerusakan ekosistem alami, khususnya hutan Mangrove.
Mangrove memainkan peran vital sebagai penahan gelombang, penyerap air, dan
pencegahan erosi. Sayangnya, konversi lahan dan degrasi lingkungan telah
menyebabkan penurunan drastis dalam kemampuan alami ekosistem penting ini.
Salah satu contoh sukses dalam merehabilitas ekosistem mangrove dapat
ditemukan di Clungup Mangrove Conversation (CMC) Tiga Warna di Malang,
Jawa Timur. Di kawasan ini, fokus tidak hanya tertumpu pada komversi
lingkungan, tetapi juga mengintegritasikan ekowisata serta pemberdayaan
masyarakat.
Dengan luas hutan mangrove mencapai 73 hektar, CMC Tiga Warna menjadi
bukti nyata bahwa ekosistem alami dapat dimanfaatkan secara efektif untuk
mengendalikan banjir. Melalui pendekatan konversasi berbasis masyarakat,
kawasan ini telah berhasil memulihkan fungsi ekosistem mengrove sebagai
bentang alami dalam upaya mitigasi banjir. Artikel ini akan mengkaji efektivitas
sistem pengendalian banjir yang di terapkan di CMC Tiga Warna, strategi
pengelolaan yang diambil, serta dampak positif yang ditimbulkan bagi lingkungan
dan warga setempat.
PERAN MANGROVE DALAM PENGENDALIAAN BANJIR
Hutan mangrove memiliki peran krusial dalam mengendalikan banjir, terutama di
area pesisir. Ekosistem ini bertindak sebagai benteng alami yang dapat
mengurangi dampak banjir serta bencana hidrometeorologi lainnya. Berikut
adalah penjelasan lebih mendalam mengenai kontribusi mangrove dalam
pengendalian banjir:
1. Menahan Gelombang dan Air Pasang
Akar mangrove yang saling terkait dan kuat berfungsi sebagai penghalang alami
yang efektif dalam meredam gelombang laut, termasuk saat terjadinya air pasang
selama musim hujan atau badai. Struktur akar yang kokoh mampu memperlambat
aliran air, sehingga menurunkan risiko banjir di kawasan pesisir secara signifikan.