Dongeng tentang kancil yang cerdik dan banyak akal itu telah sangat dikenal di Indonesia. Hampir setiap anak pernah mendengar tentang ‘Kancil Mencuri Timun’. Pertama kali saya mendengar dongeng ini dari nenek saya. Meskipun beliau buta huruf, nenek dapat menceritakannya dengan lancar dan meyakinkan. Pesan dari dongeng kancil adalah bahwa kita harus cerdik, harus banyak akal supaya tidak mengalami ‘tindak kejahatan’ oleh hewan-hewan yang lebih besar.
Yoga Ps memposting artikel Bejatnya Dongeng Indonesia. Dia membeberkan bahwa dongeng-dongeng Indonesia seperti dongeng kancil, Sangkuriang dan Bandung Bondowoso berisi kebejatan pesan moral. Kancil, diceritakan, sebagai hewan cerdik. Tetapi kecerdikannya itu untuk menipu, memperdaya.
Yoga Ps menghujat dongeng kancil. Busyet, edan, gila. Kompasianer satu ini sungguh cermat mengamati dongeng-dongeng Indonesia. Artikel tersebut menyentakkan kita dari ketidaksadaran dan ketidakpedulian kita terhadap dongeng Indonesia.
Mungkin ada yang komentar, “Ah, itu ‘kan hanya dongeng? Untuk apa dibahas?” Justru karena ini adalah dongeng, maka harus dibahas. Dongeng selalu mempunyai pesan moral. Dan, anak-anak senang mendengar dan membaca dongeng. Melalui dongeng, kita bisa menyampaikan pelajaran tentang hidup kepada anak-anak.
Kebejatan dongeng-dongeng Indonesia akhirnya berdampak pada pola dan gaya hidup masyarakat. Lihatlah kebejatan pola pikir dan kelakuan para anggota DPR kita. Lihatlah mereka telah menjadi kancil, serigala jahat, rubah culas dan kodok goblog. Tidakkah ini merupakan efek negatif dari dongeng-dongeng tersebut yang mereka dengar sejak mereka masih ingusan dan yang mereka jadikan panutan?