Mohon tunggu...
KOMENTAR
Bahasa

Maling Iku Digepuki Ngantek Bunyek

2 Agustus 2010   17:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:22 154 0
[caption id="attachment_213865" align="alignleft" width="300" caption="Negara Hukum / clipart"][/caption]

Cangkruk di warung kopi giras juga bisa mendatangkan ide tulisan. Kalimat ini khususnya saya tujukan kepada para sahabat Kompasianer yang terkadang mengeluh kesulitan menemukan ide atau gagasan untuk menulis.

Tiga orang customer sedang duduk menikmati kopi sembari ngobrol ngalor ngidul, ketika saya bergabung cangkruk di sebuah warung kopi giras di dekat rumah kami, Pak Lemo, Pak Kadar, dan Pak Usen. Mereka sedang berdiskusi nengenai pencuri yang tertangkap basah dan kemudian dihajar massa.

Maling iku digepuki ngantek bunyek,” kata Pak Lemo.

Dasar orang yang pura-pura gila bahasa Inggris, saya langsung berpikir bagaimana mengatakan kalimat Pak Lemo itu dalam bahasa Inggris. Itu harus diterjemahkan dulu ke dalam bahasa Indonesia yang ‘baku’. “Pencuri itu dihajar sampai babak belur.” Barulah di-translate, The thief was beaten black and blue. Black and blue? Hitam dan biru? Maka timbullah ide untuk mengumpulkan ungkapan-ungkapan bahasa Inggris yang menggunakan warna. Tetapi, saya tidak membahas ungkapan-ungkapan itu di sini karena mereka bertiga tidak mengerti ‘coro Londo’. Saya publish ungkapan-ungkapan tersebut dalam English Community.

Opo yo gak mesakno?” (Apa nggak kasihan?) Saya sedikit bersimpati kepada sang maling.

“Hei, Dampit,” jawab Pak Kadar (bahkan menyebut nama saya dengan benar pun dia tidak bisa). “Nek maling disakno, kabeh uwong iso dadi maling.” (Kalau pencuri dikasihani, semua orang bisa jadi pencuri.)

Sakjane maling sing kudu mesakno awake dhewe iki,” (Seharusnya pencuri yang kasihan kepada kita.) Pak Usen, yang dari tadi hanya cangar-cengir, urun pendapat.

Lha iyo, awake dhewe iki kerjo nyungsang njempalik, maling karek njupuki thok, koq enak tenan?” (Kita bekerja jungkir balik, pencuri tinggal mengambilinya, enak banget?) Pak Lemo mendukung pendapat kamratnya.

“Tetapi ‘kan tidak harus main hakim sendiri. Kita ini negara hukum, jarene lho,” saya memposisikan diri sebagai ‘pembela’ si maling (walaupun saya pernah menjadi korban permalingan). Debat ini berlanjut. Saya ditawur tiga orang, padahal saya tidak sedang berminat untuk tawuran.

Pak Kadar, yang memang temperamental, mengatakan kalau pencuri itu menggasak harta para orang kaya hasil korupsi akan bisa dimaklumi, karena koruptor adalah maling juga. Jadi, maling kecil mencuri di rumah maling besar. Menjadi maling adalah pilihan, tetapi juga harus memilih harta siapa yang seharusnya dimalingi.

“Betul, betul, betul,” Pak Lemo dan Pak Usen kompak.

Malam semakin larut. Saya pulang dengan bermacam ‘kekuatiran’, “Jangan-jangan malam ini ada maling lain yang tertangkap warga kampung dan digepuki ngantek bunyek.”

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun