Negara Indonesia memiliki aneka Suku, Budaya, Bahasa dan Agama.
Dalam keragaman tersebut tidak menciptakan perbedaan.
Ini kenyataan yang tidak dapat dipungkiri oleh siapapun.
Janganlah kita mengartikan perbedaan sebagai pertentangan tetapi perbedaan adalah keindahan dan kekayaan yang luar biasa.
Kerukunan menjadi topik pembicaraan penting takkala memasuki zaman orde Baru ketika pemerintah mengazas tunggal pancasila, dan dari sinilah kemudian melahirkan apa yang dinamakan,
Tri Rukun Umat Beragama:
1. Rukun umat seagama,
2. Rukun antar umat beragama dan
3. Rukun antar umat beragama dan pemerintah.
Kerukunan ternyata berjalan tertatih-tatih, tidak semulus apa yang menjadi dasar dari kerukunan, agama.
Agama yang menjadi ideologi kerukunan ternyata mengalami distorsi antara praktek dan teori.
Kesenjangan ini sering dipicu adanya rasa paling benar terhadap agama yang dianut.
Naiknya gejala fundamentalisme dikalangan umat menambah beban berat bagi proyek kerukunan, selain faktor ekonomi, keadilan dan politik juga turut memicu konflik horisontal.
Selain itu kerukunan selalu menjadi ajang pemerintah untuk menyatakan bahwa masyarakat hidup dalam keadaan damai dan berkecukupan itu terbukti tidak pernahnya rakyat melakukan demonstrasi karena ternyata masyarakat hidup dalam kerukunan dan toleransi yang harmonis.
Islam dan Kristen sebagai dua agama yang berasal dari satu moyang dan budaya, Adam dan Semit masing-masing mengklaim sebagai agama yang paling benar dan satu sama lain menyerukan siapa yang masuk agama tersebut maka akan selamat.
Kenyataan ini justru menjadi ancaman bagi kerukunan.
Tapi dasar sebagai satu agama satu gen maka tidak mengherankan jika keduanya mempunyai pesan abadi yang sama, yaitu kedua agama tersebut menyerukan saling tolong menolong dan mengasihi yang lemah dan membuat bumi ini penuh dengan rahmat tuhan supaya manusia bisa hidup dengan damai dan ibadah dengan khusuk`
Proses dialog antar Kristen dan Islam menjadi penting tatkala kita berbicara mengenai hubungan kedua agama besar ini karena tanpa dialog cita-cita kedamaian dan kerukunan hanya menjadi utopia yang kosong.
Wujud kerjasama yang harus dilakukan oleh kedua umat beragam ini minimal mengetahui dasar sejarahnya, bahwa setiap agama selalu menentang kemapanan, dan rezim yang korup, maka tiga hal yang harus dijadikan acuan untuk kerjasama, yaitu;
1. Berantas kemiskinan,
2. Kebodohan dan
3. Kecenderungan anarkisme dikalangan masyarakat.
karena itu akan menjauhkan rahmat Tuhan yang Kuasa.
Oleh karena itu, marilah kita wujudkan semboyan bangsa kita ("Bhineka Tunggal Ikha").
Hormat Saya,
David.Paruntungan.Munthe,S.H.