A : saya terpaksa memilih no urut 1 karena saya dan beberapa teman2 dari berbagai daerah dipanggil keJakarta untuk Raker dan pelatihan. tapi diujung2nya dikondisikan untuk memilih no urut 1 dengan ancaman dan doktrin, kalau memilih no urut 2, gaji ke 13 tidak akan ada lagi dan nanti pelatihan2 yang nantinya akan dihapus oleh no urut 2. itupun berlaku untuk semua keluarga peserta yang hadir disana.
B adalah seorang IKM yang mempunyai kopearsi
B : saya ada undangan terbuka untuk menghadiri suatu acara yang diprakarsai suatu Bank milik Pemerintah dibawah KemenKop. disitupun dianjurkan untuk memilih no urut 1, karena nanti no urut 1 akan menambah dana yang sekarang 5 trilyun menjadi 50 T, sedangkan no urut 2 malah akan menghapus program bantuan lunak tersebut
C adalah seorang guru dari suatu daerah
C : saya dan beberapa guru berprestasi diundang kejakarta untuk mendapatkan penghargaan akan jasa2 nya. tapi di penghujung acara ada ceremony yang mengkondisikan untuk memilih no urut 1. disertai embel2 janji bahwa no urut 1 akan menambah uang sertifikasi dan akan ada dana2 lain diluar dana BOS dan lain2, sedangkan no urut 2 malah akan menghapus Sertikasi dan menghilangkan dana2 siluman lain.
D adalah seorang kader partai ABC yang mengusung dan berkoalisi dengan no urut 1
D : saya ikut raker Partai yang di ikuti dari berbagai daerah di seluruh Indonesia, dalam raker tersebut kami dan semua kader partai diharuskan ikut keputusan partai dan harus memenangkan no urut 1 bagaimanapun caranya. kami di doktrin untuk memenangkan no urut 1 bgmnpun caranya dan pake cara fitnah pun boleh kalo sdh banyak yang beredar dimasyarakat. kalo daerah Capil kami kalah, berarti mereka atau kami dianggap tidak bekerja dan akan di pecat di partai.
mereka si A, si B, si C dan si D bercerita kepada saya dengan nada sedih dan kecewa, kenapa yang unsur Pemerintahan yang Notabanenya adalah netral, malah dijadikan ajang kampanye dan doktrin. mereka berseloroh bahwa hati mereka mengatakan bahwa sebenarnya yang paling cocok untuk jadi Pemimpin kita adalah no urut 2, itu menurut kata hati mereka. tapi karena untuk mengikuti instansi atau partai, mereka harus mengorbankan kata hati mereka dan mulai ikut menyebar fitnah atau Ghibah yang dalam hati mereka menolak, tapi terpaksa. saya sich berpendapat kalau sesorang yang Loyal kepada instansi atao Partai tempat bernaung adalah suatu keharusan oleh seorang manusia, karena dengan Loyal berarti kita mempunyai komitmen hidup, kalo kita sudah loyal. Insya Allah kita juga bisa loyal bertakwa kepada Allah SWT. tapi di kasus ini saya anggap berbeda, karena hati nurani digadai dengan loyalitas.
Saya sich tidak memaksa mereka untuk harus kontra atau berontak dengan keputusan instansi atau partai tempat mereka bernaung, cuma saya kasih saran agar jangan menggadai atau menggantungkan hidup diakhirat, gara2 terlalu mendewakan dan menuruti nafsu dunia. itu semua balik ke diri mereka masing2, karena nanti pertanggungjawabannya mereka nanti diakhirat cuma mereka sendiri yang menanggung.
Saya harap dari tulisan saya ini banyak rekan2 yang menyadari akan pentingnya hidup untuk akhir nanti, bukan untuk duniawi saja. apalagi di bulan yang Suci yang penuh Rakhmat dan pengampunan ini, mengapa kita tidak berlomba2 untuk medapatkan banyak pahalanya, bukan sebaliknya dengan menghilangkan amalan dan hikmah puasanya dengan Ghibah dan membohongi hati nurani. semoga Allah SWT selalu melindungi dan meridhoi semua pekerjaan dan tindakan kita, amiennn