Secara bahasa, kata "dakwah" berasal dari bahasa Arab dan berarti memanggil atau menyeru. Ini mengimplikasikan bahwa dakwah melibatkan interaksi manusia, yaitu antara yang berdakwah (da'i) dan yang didakwahi (mad'u). Oleh karena itu, dakwah adalah kegiatan manusia yang penting dan signifikan dalam konteks sosial dan spiritual.
Dari sudut pandang ontologis, dakwah dapat dilihat sebagai bentuk komunikasi khusus dimana seorang mubaligh (komunikator) menyampaikan pesan-pesan yang berlandaskan atau sesuai dengan ajaran al-Qur'an dan al-Sunah. Tujuannya adalah agar orang yang menerima pesan (mad'u) bisa berbuat amal saleh sesuai dengan ajaran yang disampaikan.
Secara epistemologis, dasar dakwah dapat ditemukan dalam al-Qur'an dan hadits. Ini menunjukkan bahwa dalam melaksanakan dakwah, sumber pengetahuan yang digunakan bisa dijelaskan melalui metode bayani, yakni menjelaskan isu dakwah berdasarkan ayat-ayat al-Qur'an yang diperjelas oleh ayat lain atau hadits Nabi.
Dalam perspektif aksiologis, dakwah memiliki banyak manfaat. Menurut ayat dan hadits tentang dakwah, manfaat ini terbagi menjadi tiga. Pertama, bagi da'i, manfaatnya adalah terpenuhinya kewajiban berdakwah dan memperoleh kebaikan di dunia dan akhirat.
Dakwah memiliki tiga bentuk utama. Pertama, dakwah bil lisan, yang menggunakan lisan atau komunikasi verbal. Fokusnya pada ajaran dasar Islam yaitu akidah, ibadah, dan akhlak. Kedua, dakwah bil hal, yang menekankan pada aksi nyata dalam berbagai bidang seperti sosial, pendidikan, kesehatan, dan ekonomi, memberikan dampak langsung kepada mad'u. Ketiga, dakwah bil qalam, yang berarti dakwah melalui tulisan atau literasi dakwah.
Ada enam unsur dalam dakwah yang saling terkait. Pertama adalah dai, yang dituntut untuk pandai secara intelektual dan spiritual serta menjadi panutan bagi mad'u. Dai bukan hanya orator atau motivator, tetapi membawa misi suci untuk mengajak manusia berbuat baik.
Unsur kedua adalah mad'u atau target dakwah, yang juga disebut sebagai mitra dakwah. Mad'u berasal dari berbagai lapisan sosial, baik kelas atas, menengah, maupun bawah. Mereka adalah pihak yang diajak untuk mengikuti ajaran yang disampaikan oleh dai.
Unsur ketiga adalah materi dakwah atau maddah, yang secara umum terdiri dari akidah, syariah, dan akhlak. Materi ini diambil dari al-Qur'an dan hadits Nabi, serta karya-karya ulama dari berbagai periode, baik klasik, pertengahan, maupun kontemporer.
Unsur keempat adalah media dakwah, yang terus berkembang seiring perkembangan zaman. Media dakwah bisa berupa media tradisional, media lama, hingga media baru yang mengikuti teknologi terkini.
Unsur kelima adalah metode dakwah, yaitu cara atau strategi yang digunakan untuk menyampaikan pesan dakwah kepada mad'u yang beragam. Metode terkenal dalam dakwah meliputi bil hikmah (dengan kebijaksanaan), ceramah, dan diskusi.
Unsur keenam adalah efek atau pengaruh dakwah. Efek dakwah adalah hasil yang dicapai dari proses dakwah, yang dicapai melalui berbagai teknik, metode, strategi, dan pendekatan yang digunakan.
Ruang lingkup dakwah juga mencakup pendekatan, strategi, metode, dan teknik dakwah. Pendekatan dakwah adalah cara memandang masalah dakwah, misalnya dari aspek sosial, budaya, atau agama. Strategi dakwah berkaitan dengan perencanaan yang dirancang, seperti pendekatan personal, rasional, atau spiritual. Metode dakwah adalah cara yang dipilih untuk dakwah yang tepat, misalnya bil hikmah dan mau'idzatul hasanah. Teknik dakwah adalah implementasi praktis dari metode yang digunakan dari awal hingga akhir.
Sasaran dakwah adalah seluruh umat manusia. Menurut Islam, Nabi Adam sebagai manusia pertama adalah seorang Muslim, dan semua nabi memiliki agama yang sama. Meskipun syariat mereka berbeda, agama yang dibawa oleh para nabi adalah satu, yaitu Islam.
Keberhasilan dakwah ditentukan oleh banyak faktor, termasuk penggunaan teknologi dan ketepatan dalam memilih pendekatan, strategi, dan metode dakwah. Dalam praktek, pengembangan bahasa retorika dakwah juga sangat penting, baik secara lisan maupun tulisan, dengan memperhatikan penggunaan bahasa baku, data, dan riset.
Ruang lingkup dakwah juga mencakup hubungan dengan ilmu-ilmu lain yang relevan seperti sosiologi, antropologi, psikologi, politik, dan ilmu retorika. Semua ini berkontribusi pada pemahaman dan pelaksanaan dakwah yang lebih efektif dan holistik.