Mohon tunggu...
KOMENTAR
Inovasi

Kompasianival 2012: Kegamangan Multi Identitas dan Mimpi Besar

18 November 2012   05:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:08 305 5

“Lho?..”, Langkahku terhenti ketika memasuki pintu gerbang Kompasianival 2012 yang digelar di Skeeno Hall Gandaria City Jakarta pada kemarin Sabtu tujuhbelas November. Saya menepi dan bersandar di meja yang membatasi area operator suara dan cahaya, yang berada di sisi pintu masuk arena. Perhelatan Kompasianival kali ini terasa sangat berbeda. Tidak hanya konsep gelarannya yang berbeda, tetapi juga paradigma yang mendasarinya. Dengan puluhan stand yang bertebaran dari berbagai komunitas yang memiliki ketertarikan berbeda-beda dalam satu ruangan yang sama, Dengan jumlah logo sponsor yang jauh lebih banyak di spanduk dan banner-nya. Konsep Kompasianival 2012 memang lebih terasa seperti sebuah eksebisi biasa. Yang jadinya tak banyak berbeda dengan eksibisi sejenis yang sudah ada, semisal Hello Fest, Indonesia Games Show atau Lifestyle & Hobby Expo di Balai Sidang Jakarta.

Tentu saja fenomena ini tidak perlu dibaca sebagai tanda terjadinya “pemecahan” (dissolvement) di dalam Kompasiana. Itu sebuah tuduhan yang terlalu tendensius. Karena bukankah Kompasiana yang memang mendorong terbentuknya komunitas-komunitas yang lebih luas di dalam dirinya? Karena menyadari, bahwa itulah yang alamiah. Kita tak bisa memaksakan satu identitas tunggal dalam bersosialisasi bermasyarakat. Apalagi memaksakan satu identitas tunggal sebagai yang paling benar, apakah itu identitas suku, derajat keturunan, agama maupun golongan. Kita adalah mahluk multi identitas. Aku adalah seorang Kompasianer, sekaligus seorang fotografer, sekaligus pelukis, sekaligus seorang pegawai negeri, sekaligus aktivis sosial, sekaligus olahragawan, sekaligus bendahara RT, sekaligus anggota pengajian di langgar dekat rumah, sekaligus ayah dari anak-anakku, sekaligus pengembara, dan seterusnya. Demikian juga para sahabatku di Kompasiana.

Pastinya itu sudah disadari oleh panitia penyelenggara. Area panggung utama yang biasanya menjadi pusat berkumpulnya para Kompasianer senior yang terkemuka dan populer, kini kehilangan mereka karena banyak dari mereka harus menjadi “tuan rumah” di stand-nya masing-masing. Kumpulan-kumpulan berkerumun di stand-nya masing-masing, lebih memilih untuk kopi darat bertawa canda di antara mereka sendiri. Sementara acara panggung utama ditinggal jalan saja sendiri secara auto pilot menghabiskan run down yang sudah diprogram.

..

Di antara kesadaran akan multi identitas dari warga penulis Kompasiana, dan keinginan Kompasiana untuk melahirkan komunitas-komunitas aktif bagi kebaikan masyarakat dan kemanusiaan, dan harapan untuk menjaga keguyuban Kompasianer dalam satu ikatan keakraban yang satu…..disinilah Kompasianival 2012 berdiri di persimpangan. Ada mimpi besar, ada kegamangan, ada kerinduan.

Ah..betapa aku merindukan Kompasianival yang lebih Ngompasiana. Ketika semuanya melebur jadi satu, dan tawa canda tumpah di dalam satu lingkaran keakraban mesra yang sama.  Kompasianival yang kali ini menjadi terlalu asing buatku.  Seperti juga asingnya penjaga berwajah perak yang dingin dan kaku, yang menyambutku di depan pintu...

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun