Apa yang akan dilakukan oleh Malaikat Maut ketika merasa bosan dengan rutinitas “pekerjaan” mereka mencabuti nyawa manusia sehari-hari?Dari dulu hingga kini, setiap hari. Bisa saja mereka akan “iseng” menjatuhkan Buku Kematiannya ke dunia sini…untuk ditemukan oleh manusia –siapa saja-..dan kemudian menonton kejadian menarik apa yang akan terjadi berikutnya?...
Begitulah awal kisah dari Death Note (デスノート, Desu Nōto), sebuah series komik Jepang (manga) yang ditulis oleh Tsugumi Ohba dan digambari oleh Takeshi Obata pada tahun 2003. Yang kemudian menjadi sangat populer dalam bentuk komik berseri di majalah (108 seri selama tiga tahun), dalam bentuk manga (12 buku), dalam bentuk series film anime (37 episodes), dalam bentuk film layar lebar (trilogi), dan bahkan dalam bentuk games (Nintendo).
Dalam komik Jepang itu, Buku Kematian (Death Note) dijatuhkan ke dunia oleh Shinigami (dewa kematian) yang bernama Ryuk yang sedang iseng karena kebosanan. Buku ditemukan di halaman sekolah oleh Light Yagami, seorang pelajar SMU paling pandai se-Jepang..yang juga sedang jenuh dengan berbagai tindak kriminal yang terjadi di sekitarnya. Kebetulan ia juga seorang anak polisi, sehingga di dalam darahnya mengalir jiwa untuk membersihkan dunia ini dari segala bentuk ketidakadilan dan kejahatan. Maka perkenalannya dengan Death Note, dan Ryuk sang Dewa Kematian, membukakan jalan baginya untuk mewujudkan cita-citanya: menumpas penjahat!
Hanya dengan menuliskan nama-nama para penjahat di dalam Death Note, maka beberapa saat kemudian mereka akan terkena serangan jantung dan mati. Sangat mudah dan instan. Bahkan penjahat-penjahat yang bisa lolos dari proses hukum, karena bisa menyuap petugas peradilan atau karena kurangnya bukti-bukti, tak akan bisa lolos dari vonis mati yang dituliskan leh Light Yagami. Tulis saja namanya, dan pasti mati. Ini santet berteknologi tinggi made in Japan. Tidak perlu mengirim paku atau silet atau sakit berlama-lama. Tulis saja namanya, langsung mati !
Satu persatu penjahat di seantero Jepang mati jantungan dan polisi kebingungan. Light Yagami tentu saja merasa senang, dan semakin agresif “membersihkan” Jepang dari para bandit, koruptor, copet, maling, politisi kotor dan pengusaha hitam. Berkedok nama “Kira” (sepertinya dari bahasa Inggris “Killer”..) ia setiap hari memvonis mati orang-orang yang dinilainya “bersalah” atau”jahat” atau “tidak baik”. Setiap hari ia mengikuti berita-berita di tivi dan di media cetak, untuk mencari orang-orang “jahat” (atau diberitakan sebagai penjahat)…dan mengeksekusinya demi “keadilan”. Sang Dewa Kematian diam-diam khawatir, “Kalau semua orang kau bunuh, siapa lagi yang akan tersisa nanti?”, tanyanya kepada Light. “Jangan khawatir, masih ada aku…manusia terbaik dan terpandai di Jepang. Aku akan menjadi ‘the God of the New World’ !!...”, tegas Light tanpa ragu.
Bagaimana kisah selanjutnya? Apakah Kira berhasil membuat Jepang bersih dari para penjahat? Apakah ambisinya untuk menjadi Raja Dunia Baru akan berhasil ia wujudkan? Siapa yang bisa menghentikan dia? Dan bagaimana akhirnya? Silakan dijelajahi sendiri: baca komiknya (sudah ada edisi Bahasa Indonesia-nya), atau nonton film DVD-nya. Siapa tahu anda juga kecanduan Kira nantinya :P
Siapa Yang Jahat? Siapa Yang Baik? …
Hmm…apa yang akan anda lakukan, jika Death Note itu ada di tangan anda sekarang? Dengan kekuatan mencabut nyawa ada dalam genggaman anda, hanya dengan menuliskan nama..maka anda bisa membuat orang itu kena serangan jantung dan mati. Dapatkah anda memilih-milih, nama siapa yang akan anda tuliskan? Jika anda sedang rajin menonton tivi, atau membaca koran…dan setiap hari dijejali oleh berita, ulasan, komentar tentang suatu kejadian…tentang ragam tokoh yang diberitakan…tentang sepak terjang dalam serial adegan di lembaga peradilan…..berbagai penilaian tentang siapa-siapa “yang baik” dan siapa-siapa “yang jahat”……dapatkah anda dengan mudah menyebut nama-nama…dan kemudian menuliskannya di Buku Kematian ini?Benarkah penilaian anda? Yakinkah anda?...
Di Timur maupun Barat, upaya untuk menjawab berbagai persoalan baik-buruk, benar-salah, dan etika seringkali terjebak dalam dilema yang tak terpecahkan akibat banyaknya interpretasi atas ukuran “kebenaran”, atas ukuran “baik” dan “buruk”. Bahkan klaim sebagai pemilik kebenaran dengan membawa-bawa kalimat wahyu Tuhan tak pula luput dari tuntutan untuk mempertanggungjawabkan, apakah ia benar “kalimat Tuhan” (yang mewakili kehendak Tuhan) atau hanya sekedar interpretasi miring dan subyektif dari si pembawa berita demi mengukuhkan “kebenaran subyektif”-nya semata (yang mewakili kehendaknya sebagai pribadi/kelompok/golongan)?
Disinilah kita diajak untuk membuka diri terhadap berbagai interpretasi “yang lain”, bukan cuma interpretasi kita sendiri. Berfikir secara terbuka, kritis dan menyeluruh, dan bukan cuma parsial. Kita diajak untuk membuka kesempatan bagi siapa saja untuk melakukan diskursus (dialog), menjelajahi ragam interpretasi, perspektif, point-of-view, pemikiran-pemikiran tentang apa yang baik-buruk, apa yang benar-salah. Studi Metaethics dari filsafat, misalnya, mengajak kita untuk bertanya secara kritis tentang “apa sebenarnya baik dan buruk itu?”, “dari mana ukuran baik dan buruk itu?”, “bagaimana kebenaran didefinisikan?” dan “kepada siapa nilai baik-buruk itu diterapkan?”.
Sebagai contoh: Sebuah suku di satu sudut belahan dunia, meletakkan orangtuanya yang sudah sangat sepuh di luar rumah dalam kondisi kedinginan yang ekstrim. Sbg tanda rasa penghormatan yg sangat tinggi kepada orangtua, maka orangtua yang sudah sangat sepuh “dihantarkan” kepada kematiannya yang dingin dan tenang…. Salahkah? Benarkah? Baikkah? Burukkah?
Kita diajak untuk membuka mata kita, dan menyaksikan bahwa di barat maupun di timur,…dengan ataupun tanpa kitab suci, di atas daun lontar maupun tulisan dalam penjelajahan logika dan pemikiran…terhampar beragam pemikiran (yang seringkali bertolak-belakang satu sama lain) yang ditawarkan sebagai jawabannya: ada yang bilang bahwa benar-salah, baik-buruk adalah masalah perasaan orang perorang semata (ethical subjectivism), bahwa benar-salah baik-buruk adalah semata ekspresi perasaan (emotivism), bahwa kebaikan adalah suatu perilaku yang tidak mungkin diharapkan dari individu yang sejatinya hanya mementingkan dirinya sendiri (psychological egoism dan ethical egoism), bahwa apa yg “baik” dan apa yg “benar” adalah sebuah keniscayaan dari rasionalitas (Kantianism), bahwa apa yg “baik” adalah perilaku dalam rangka memaksimalkan kebahagiaan (utilitarianism), bahwa kebaikan dan kebenaran adalah karakteristik-karakteristik utama yang azali pada setiap manusia (virtue ethics).
Mereka yang kental beragama mengatakan, bahwa yang benar dan yang baik adalah apa yang dikatakan oleh Tuhan sebagai yang benar dan baik. Tetapi sekali lagi,..apa yang sebenarnya dikatakan oleh Tuhan? Siapa yang bisa mengklaim bhw dirinya menyuarakan kata-kata Tuhan?
Akhirnya…..nama siapa yang akan anda tuliskan di Buku Kematian itu? Siapa yang pantas dikirimi serangan jantung dan mati? Dapatkah kita secara mudah mengatakan siapa yg jahat dan siapa yg malaikat? Dan kemudian dengan penuh keyakinan menuliskan namanya? Jika anda sedang rajin menonton tivi, atau membaca koran…dan setiap hari dijejali oleh berita, ulasan, komentar tentang suatu kejadian…tentang ragam tokoh yang diberitakan…tentang sepak terjang dalam serial adegan di lembaga peradilan…..berbagai penilaian tentang siapa-siapa “yang baik” dan siapa-siapa “yang jahat”……dapatkah anda dengan mudah menyebut nama-nama…dan kemudian menuliskannya di Buku Kematian ini?Benarkah penilaian anda? Yakinkah anda?...
Sepertinya dengan rendah hati kita harus mengakui, bahwa tak semudah itu bukan? …
.