Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Perdukunan ga Rasional? ...

8 November 2009   01:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:24 1118 0

Perdukunan itu ilmiah ga sih? Jamu-jamu an itu ilmiah ga sih? Pengobatan dari “orang pinter” itu rasional ga sih? Sering sekali kita malah dimarahi dokter, ketika ketauan sudah diam-diam minum “obat cina” untuk mengobati demam berdarah kita. Atau jamu sambiroto untuk diabetes kita. Atau ketauan karena diam-diam minum jamu temulawak yang dibawa oleh Ibu sepuh kita, untuk mengobati Hepatitis. Atau dibawakan saudara kita yang baik hati…sebotol air putih yang katanya oleh-oleh dari Syekh Gurunya untuk menyembuhkan kita. “Itu pengobatan yang tidak ada acuan medisnya !” atau “Aah…itu kan cuma mitos !” atau “Tidak rasional !!...” begitu kata mereka.

Apa sih “ilmiah” itu? Apa sih “rasional” itu? Dalam prakteknya, “ketidakilmiahan” suatu metode ataupun “irasionalitas” suatu teori selalu dikaitkan dengan teori, sistem pengetahuan atau paradigma yang sedang berlaku. Suatu metode seringkali divonis “tidak ilmiah” hanya karena metode tersebut tidak bersesuaian (not conform) dengan teori yang sudah mapan dan diakui umum. Seakan-akan metode,hukum dan teori yang sudah ada merupakan satu-satunya acuan yang mutlak benar yang tidak boleh digugat kebenarannya. Maka berbagai metode pengobatan alternatif misalnya yang menggunakan jamu tradisional, racikan obat cina, herbal, terapi aura ataupun pengobatan dengan mantra/doa pada suku-suku asli pedalaman ditolak oleh ilmu kedokteran modern dan dicap “tidak ilmiah” serta “tidak rasional”. Penolakan yang semata disebabkan oleh ketidaksesuaian metode-metode “aneh” tersebut dengan kerangka dan sistematika Ilmu Pengetahuan yang telah mapan diakui.

Paul Karl Feyerabend (1924-1994), seorang science-philosoper kelahiran Austria, menolak pemikiran yang menyimpulkan bahwa metode ilmiah merupakan satu-satunya cara dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan menentukan kemajuan intelektual kemanusiaan. Menurutnya, tidak terdapat satupun aturan tunggal, sistem maupun hukum perkembangan apapun yang bersifat universal yang dapat menjelaskan seluruh perkembangan ilmu pengetahuan. Setiap ilmuwan memiliki kebebasan kreatif dalam upayanya memahami realitas, bahkan dengan metodologiyang dinilai “tidak ilmiah” ataupun “irasional” sekalipun. Dalam perjalanan sejarahnya ilmu pengetahuan telah diperkaya oleh berbagai metode “tidak ilmiah” dan fakta-fakta yang “tidak rasional” dari herbalism, psikologi, metafisika, keilmuan para “orang pintar”, dukun beranak, hikmah para sufi, pertapa, dan lain-lain yang semuanya telah memperkaya perspektif kita.

Fakta-fakta yang teramati secara empiris tidak pernah cukup kuat untuk menjadi landasan bagi kita dalam menerima atau menolak suatu teori. Karena metodologi yang kita gunakan selalu terlalu sempit dan mereduksi terlalu banyak segenap kompleksitas realitas yang ingin kita pahami. Sementara itu cakrawala realita sangatlah luas tak bertepi. Dan bentangan Ilmu Pengetahuan bak samudera yang dipenuhi oleh berbagai ide dan teori yang seringkali saling tidak bersesuaian, namun keseluruhannya sesungguhnya membawa kandungan mimpi dan harapan yang sama akan pengetahuan sempurna tentang realita.

Theories are surrounded by an ocean of anomalies, unless we modify the stern rules of falsification using them only as rule of thumbs, and not as necessary conditions for scientific procedure….that strict falsification would wipe out science as it presently exists, and would never permit it to have come into existence.”(Hickey,Thomas J.,“History of Twentieth Century Philosophy of Science,” Book VI, hal.78, 1995,2005)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun