Sebuah istana beratap runcing
Mengakar dengan kokoh
Menusuk langit hingga tak mampu menjerit
Angin kurang ajar!
Laut diajaknya berselancar
Menunggangi papan takdir yang paten nan mapan
Hingga menyergap benteng dari sudut tak tampak
Istana yang kubangga
Luruh dibelai ombak
Butir demi butir pasir
Merembet di sela jari kaki
Kugenggam ampas pasir itu
Lalu kupanggil dewi fortuna
Dan berbisik mesra kepadanya
"Akan kubangun lagi"