Merasa utuh bagai jemari kanan dan kiri yang saling menggenggamÂ
Saat itulah keduanya ditimang - timang oleh air tenang yang menenggelamkanÂ
Wahai buaya sayang,
Janganlah engkau berkeinginan tuk bertemu, karena yang kau temukan hanyalah keinginanmu bukan dirikuÂ
Janganlah engkau berharap bisa menatapku, karena yang kau tatap cuma air mata palsu dan senyum dari hati yang bisu
Aku berujar begitu, karena tak mau engkau terluka, dan tak ingin aku berduka
Aku bisa menggoyang Gunung Merapi, dan menyobek Laut Hindia
Namun diriku terlalu lemah untuk mengabaikan keindahanmu, yang hanya sebutir kerikil dan setetes air
Menghalangi kokohnya gunung dan luasnya samudera
Biarlah waktu terus melata, tanpa tahu yang mana ekor dan yang mana kepala
Mencintai bisa menyiksa, kalau dijinjing oleh pengetahuan semata
Jadi aku berdoa agar aku tak mampu lagi berdoa
Pertemuan akan sirna, diganti dengan perjumpaan dengan hampa
Karena
Bertatap muka denganmu, aku tak tahu wajahku akan kupalingkan kemana, dan mulutku akan berkata apa