Si jingga berdiam disana, mendudukkan perut gembulnya, entah karena kekenyangan atau sedang bunting
Sesekali ia mendongak, menanti cicak merayap ke bawah, yang ia tahu itu tak mungkin terjadi
Penantiannya meluruhkan pengabaianku, sehingga dalam sekejap tanganku melempar tulang ayam ke arahnya
Bagai dibelokkan angin, lemparanku melenceng jauh darinya, sehingga ia tak tahu
Kuambil selembar kertas, meremas - remasnya jadi sebesar bola bekel, dan melemparnya ke samping tulang
Sang kucing terpancing, lantas mendekati bola kertas itu tanpa menghiraukan tulang di dekatnya
Kata tuhan, "Mintalah maka kukabulkan"
Kurapal doa dan mantra agar ia menoleh ke arah tulang, dan keajaiban terjadi
Ia meninggalkan kertas dan melangkah menujunya, membuat hatiku berteriak lancang, "Ya! Betul begitu!"
Ia menghampiri tulang itu, mengendusnya sebentar, lalu kembali ke gumpalan kertas tadi
Ia menendang bulatan kertas itu lalu mengejarnya, menyepak lagi dan berlari menangkapnya untuk kesekian kali
Lalu dia menggigit dan membawanya pergi, sebelum menghilang di balik gelapnya malam
Aku menertawakan tingkahnya, yang sibuk dan repot karena mengejar tujuan yang dibuatnya
Dan aku juga menertawakan kebodohanku, karena telah merasa tahu segala tentangnya dan apa yang akan terjadi selanjutnya