Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Pilihan

Menebak Megawati Dalam Diam, Duluan Mana Partai atau Calon Presiden

26 Januari 2014   02:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:28 15 0
Sejak Megawati Soekarno Putri muncul di panggung politik praktis, salah satu hal yang relatif sulit untuk dilakukan terhadap Mega adalah memahami kehendaknya.  Untuk dapat memahami Megawati sama halnya dengan upaya untuk memprediksi seorang supir bajaj hendak mutar kemudi mau kemana, hanya dia dan Allah yang tahu.

Sikap Megawati ini sangat berbeda kontras dengan elit politisi sezamannya seperti Gus Dur dan Amien Rais. Sampai hari ini, Megawati juga masih menunjukkan perbedaan sikapnya dengan elit politik lainnya,  ketika elit politik lain tengah sibuk melakukan pencitraan dan berbicara tentang target meraih kursi Presiden, Megawati masih tetap teguh dengan sikapnya irit berbicara.  Bahkan sangat erat  menutup rahasia  pigur calon Presiden yang hendak diusung PDIP untuk  pilpres tahun 2014.

Sikap irit berbicara ini menimbulkan banyak spekulasi, terutama dalam hal memprediksi keberadaan Joko Widodo sebagai calon Presiden yang akan diusung oleh PDIP. Ditengah publikasi hasil survey yang menempatkan Jokowi sebagai calon Presiden paling berpeluang besar terpilih, Megawati  menunjukkan sikap  seakan tidak tergiur dengan fenomena ini, dan sepertinya tidak tertarik memanfaatkan peluang ini.

Walau secara kasat mata nampak dengan jelas betapa besarnya dukungan terhadap pencalonan Jokowi, bahkan dengan terang-terangan telah muncul banyak manuver yang mengarah untuk memaksa PDIP agar mencalonkan Jokowi, Megawati sampai hari ini masih saja membiarkan pencalonan Jokowi bagaikan teka-teki yang justru mengundang semakin tingginya tanda tanya bagi publik.

Dalam penampilannya di televisi dalam acara Mata Najwa, pembawa acara yang selama ini terkenal sangat lihat mengkorek informasi dari narasumbernya, ternyata sampai acara dialog berakhir Megawati tetap teguh dengan sikapnya untuk tidak mau menunjukkan sikapnya tentang siapa bakal calon Presiden yang akan diusung PDIP, Jokowi yang juga turut menyaksikan acaranya itu justru kembali diberi nasihat oleh Megawati agar tidak besar kepala merespon hasil survey yang mengemuka selama ini.

Maka wajar jika sampai hari ini kita juga masih tetap bertanya "Apa sebenarnya maunya Megawati ?"

MEGAWATI TIDAK MAU TERJEBAK KEDUA KALI ?

Setelah mencoba melakukan permenungan dan kilas balik ingatan, sikap Megawati sampai saat ini tidak mau terpengaruh begitu saja dengan hasil survey yang menempatkan Jokowi paling unggul sebagai calon Presiden, tidak ubahnya bagaikan pengulangan sejarah bagi PDIP dan Megawati khususnya.

Jika kita masih ingat sejarah perjalanan karir politik Megawati, maka terurai dengan jelas bahwa pada awalnya Megawati merupakan politisi yang paling tidak diinginkan oleh pemerintah orde baru berperan aktik di politik praktis dan berkecimpung di PDI, apalagi menjadi pemimpin tertinggi partai tersebut. Segala cara dan upaya dilakukan rezim penguasa orde baru untuk menyingkirkan Megawati dari perahu PDI.

Namun yang terjadi justru sebaliknya, semakin keras upaya penyingkiran terhadap Megawati justru semakin besar dukungan dan sikap simpati publik terhadap Megawati, bahkan ketika itu Megawati merupakan pigur idaman dan simbol pengharapan akan munculnya pemimpin baru yang dianggap akan mampu memberi atmosfir kehidupan sosial politik yang lebih baik.

Antusiasme publik ini dapat dilihat dari dukungan terhadap Megawati yang menggelembung dari hari demi hari sampai kepada Pemilu 1999 yang mengantar PDIP sebagai partai besutan Megawati mampu unggul memperoleh suara terbanyak pada Pemilu pertama era reformasi tersebut. Namun karena manuver beberapa partai yang berkoalisi dalam kelompok yang dinamakan poros tengah, kemenangan PDIP ternyata tidak menjadi garansi untuk mengantarkan Megawati sebagai Presiden Indonesia, dengan penuh rasa kecewa Megawati hanya diberi kesempatan sebagai wakilnya presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang dipilih melalui sidang anggota DPR / MPR.

Setelah beberapa saat kemudian Gus Dur di lengserkan oleh orang yang sama ketika memilihnya, baru kemudian Megawati memperoleh kesempatan menjadi Presiden. Liku-liku perjalanan menuju kursi Presiden ini menjadi pelajaran pertama sangat berharga buat Megawati untuk lebih matang berbicara dan melangkah bertarung dalam kompetisi pemilihan presiden. Pengalaman ini memberi pelajaran berarti bagi Megawati untuk menyadari bahwa keinginan besar masyarakat tidak selamanya menjadi jaminan memuluskan seseorang menjadi seorang Presiden.

Pelajaran kedua berharga yang membuat Megawati semakin matang menentukan sikap tentang pencalonan presiden adalah ketika pilpres 2004 yang dilaksanakan secara langsung masyarakat memilih presidennya. Pada kesempatan ini Megawati dikalahkan Susilo Bambang Yudhoyono.  Ironisnya, kemenangan SBY ketika itu sangat besar karena faktor kemampuannya membangun citra sebagai pigur calon presiden yang teraniaya oleh perkataan Almarhum Taufik Kiemas yang menyebut SBY tidak ubahnya seperti seorang anak Taman Kanak-Kanak (TK).

Pelajaran menarik dari kemenangan SBY ini, secepat itulah terjadinya proses perubahan besar dukungan terhadap Megawati dari masyarakat,  yang sebelumnya dianggap sebagai pigur idola dan simbol perubahan bgaikan membalikkan telapak tangan berubah drastis dengan tidak memilihnya dalam pemilihan presiden secara langsung.

Dua pembelajaran diatas wajar menjadi bahan pertimbangan utama bagi Megawati untuk lebih hati-hati menetapkan keputusan siapa bakal calon presiden yang akan diusung oleh PDIP, atau dengan kata lain Megawati tidak mau terjerumus kedalam lubang yang sama berulangkali setelah pada Pilpres 2009 juga mengalami kekalahan.

Pengalaman demi pengalaman tersebut, wajar menjadi bahan pertimbangan bagi Megawati untuk tidak gampang menetapkan bakal calon Presiden yang akan diusung oleh PDIP, karena hasil survey yang dipublikasikan selama ini bukan merupakan jaminan bahwa apa yang akan direncanakan akan sesuai dengan kenyataan. Terutama dalam dinamika politik adakalanya terjadi perubahan dan muncul manuver penggilas yang dapat saja terjadi dalam hitungan detik.

Seandainya, PDIP secepatnya mengumumkan Jokowi sebagai calon presiden yang akan diusung, boleh jadi harus dipertimbangkan dengan matang kemungkinan-kemungkinan hambatan yang boleh saja menghadangnya.  Dikabulkannya pelaksanaan pemilu legislatif dan pilpres secara serentak ditenggarai tidak luput dari sekedar upaya memenuhi kepentingan sempit para elit politik, dan bermuara kepada upaya memperkecil peluang kemenangan Jokowi sebagai calon presiden dan berupaya untuk memberi kesempatan bermanuver bagi pesaing-pesaing Jokowi dan Capres partai besar lainnya.

Beranjak dari kemungkinan-kemungkinan yang tidak diprediksi ini, terutama dengan masih terbukanya dengan lebar pintu untuk mengutak-atik konstitusi atau undang-undang maupun sistem pemilu lainnya, maka wajar jika Megawati sangat ekstra hati-hati melahirkan keputusan. Karena sampai hari ini juga kemungkinan manipulasi pemilu secara langsung maupun secara tidak langsung melalui rekayasa peraturan mesti diantisipasi.

Sebagai pemimpin partai besar dan diprediksi akan ungguk pada Pemilu 2014 Megawati wajar terlebih dahulu ingin memastikan apakah yang diprediksi itu akan sesuai dengan harapan maupun kenyataan. Keunggulan yang diperoleh sementara ini jangan-jangan hanya berupa "balon busa sabun" yang gampang menggelembung tetapi gampang juga pecah dan cair.

Artinya, jika ingin mencalonkan seseorang menjadi presiden harus dipastikann terlebih dahulu kekuatan dan keunggulan partai yang dipimpinnya, dan jika ingin memenangkan pertarungan semua kader maupun pengurus partai harus siap tanpa reserve untuk memperjuangkannya. Sikap seperti ini sebenarnya sudah jauh-jauh hari ditunjukkan oleh Megawati.

Dalam menetapkan calon Gubernur, Bupati maupun Walikota selama ini Megawati sudah menunjukkan sikapnya untuk mengutamakan kader partai yang maju tanpa kaku mempertimbangkan siap atau tidak siap kader tersebut. Setiap calon diutamakan merupakan kader partai dan semua kader dan pengurus partai diminta untuk memperjuangkannya, menang atau kalah seorang calon merupakan hasil perjuangan dan kerja partai.

Dalam menentukan bakal calon presiden yang akan diusung oleh PDIP pada Pilpres 2014 nanti sepertinya Megawati akan tetap mempertahankan prinsif kepemimpinannya ini. Jika ingin mengusung seseorang menjadi seorang calon presiden memang merupakan domain Megawati tetapi dalam hal ini Megawati sebagai seorang pimpinan partai yang telah matang berkompetisi dalam pemilu demi pemilu juga wajar jika semakin ekstra hati-hati. Sehingga seakan ada hukum tidak tertulis tetapi terpelihara dengan baik di tubuh PDIP bahwa nama setiap calon yang akan diusung baik untuk Gubernur, Bupati maupun Walikota selalu muncul pada detik-detik terakhir proses pencalonan, hal ini sudah bagaikan Trade Mark PDI Perjuangan.

Jokowi sendiri telah paham dengan kebiasaan PDIP ini sehingga sampai hari ini masih senyum-senyum saja walau belum memperoleh kepastian tentang pencalonannya sebagai bakal calon Presiden. Demikian juga halnya Megawati semakin tersenyum dalam diamnya menanggapi sikap dan perilaku para sukarelawan pendukung pencalonan Jokowi. Jangan-jangan dalam diamnya dengan senyum Megawati bertanya, " Apa ya benar dukungan yang muncul itu sudah menjadi jaminan ? ",   dan "apakah dukungan itu akan dipertahankan dan diperjuangkan sekuat kemampuan mereka ?"

Megawati sudah terkenal sangat konsisten denganprinsif-nya, dan tidak gampang mengungkapkan isi hatinya, jadi apa yang diuraikan diatas hanya sebatas dugaan terhadap sikap Megawati, tetapi dalam diamnya tersirat pesan yang mesti dicari makna sesungguhnya. Sehingga yang dapat dilakukan hanya berupa analisa dan prediksi, untuk sekedar mencoba mendugakemungkinan Megawati tidak mau mengumumkan dengan tergesa-gesa siapa bakal calon presiden yang akan diusung PDIP karena mempertimbangkan : " Jika ingin Partai Mencalonkan dan Memenangkan Bakal calon Presiden, maka menangkan dulu partainya", bukan sebaliknya pilih dulu calon presidennyabaru berjuang memenangkan partainya. Namanya juga partai yang mengusung calon presiden, kan wajar jika setelah partai menang baru bicara tentang calon presiden dan bukan sebaliknya belum jelas nasib partainya sudah heboh bicara tentang calon presiden. Sederhananya, partai mengusung calon presiden, bukan calon presiden mengusung partai.

Sebagai sebuah dugaan, kebenarannya kita kembalikan kepada Ibu Megawati..... !!!

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun