Pendekatan holistic dimana segala yang ada dan terjadi di ala mini berpengaruh pada kehidupan manusia termasuk pada kehiduipan fase benih dan janin, dalam pandangan neuroscience dapat dipahami sebagai “transformasi gelombang elktromagnetik yang berpengaruh dalam tubuh manusia. Menurut Neuroscientist dr. Samino Sp.S, apa yang terjadi pada keluarga dengan KDRT saat ibunya mengandung dipastikan anknya bermasalah. Seperti telah penulis sering sampaikan bahwa peserta didik yang sering bermasalah adalah peserta didik dengan latar belakang keluarga yang tidak harmonis.
Generasi yang lahir dari Para koruptor dan kriminal lainnya sangat sulit menjadi generasi Emas dalam kontek Indonesia sebagai negara yang berlandas pada Ketuhanan Yang Maha Esa. Generasi dari para pelanggar hukum hanya akan memperuat "serbuan Illuminasi". Sebab “genetical” Amygdala, bagian otak yang menyeleksi behaviour yg dilakukan oleh neocortex sbg eksekusi perilaku, tidak difungsikan pd orang 2 yang melakukan kejahatan. Respon system Limbik (emosi, dll) langsung dieksekusi oleh Neorocortex tanpa melalui seleksi Amyglia.
Energy haram yang digunakan dalam penumbuhan bibit (Ovum dan Spermatozoa), pertumbuhan janin, kehidupan neonates, maupun saat tumbuh dan berkembang menjadi individu dewasa akan menjadi media yang subur bagi tumbuh berkembangnya “ potensi fujur” dari anak-anak yang dibesarkan dengan harta yang bukan menjadi haknya (:Lihat juga : gangguan Syaitan dalam Pembentukan Karakter di Blog kami).
Dengan gambaran di atas maka sesungguhnya para koruptor dan pelanggar hukun (criminal) lainnya, mewariskan “Genetik fujur” yang berpotensi melahirkan dosa jariah untuk anak dan keturunannya. Oleh karena itu, untuk menghasilkan generasi emas, generasi ini harus dipersiapkan, ditumbuhkan dalam berbagai nilai-nilai emas termasuk nilai gizi dan status hokum nutrisinya yang halalan thoyyibah.
Fakta menunjukan bahwa Otak dan Perkembangan psikologis antara pria dan wanita pada umur yang sama adalah sangat berbeda. Oleh karena itu Pendidikan Nir Hijab, yang memaksakan pencampuran pria dan wanita dalam satu kelas merupakan kerancuan praktek pendidikan. Dengan bertambahnya waktu, fakta bahwa siswi siswi mendominasi peringkat dan lebih berhasil dalam dunia pendidikan semakin riil terjadi.
Kondisi itu disatu sisi diyakini sebagai keberhasilan “emansipasi dan hilangnya bias jender’, namun untuk jangka waktu panjang kondisi itu sangat membahayakan. Ke depan dengan tumbuhnya era meritokrasi, dimana orang-orang berprestasi yang mempmpin, kondisi dominasi wanita dalam kepemimpinan suatu masyarakat akan melahirkan bias jender baru.
Keberhasilan pelajar-pellajar wanita pada level pendidikannya tidak terlepas dari struktur dan fungsi otak yang berbeda antara pria dan wanita pada umur yang sama. Perbedaan ini akan melahirkan perbedaan kematangan berfikir, bersikap dan karakter dari pelajar pria dan wanita pada umur yang sama. Konsekunsinya, peserta didik wanita dalam satu kelas yang sama, sudah memilik kemampuan dan sikap berprestasi yang lebih maju disbanding peserta didik laki-laki konsekuensi lebih lanjut adalah peserta didik wanita lebih bias unggul dalam seleksi mempertebutkan bangku pendidikan yang lebih tinggi, yang lebih berkualitas.
Bagi praktisi pendidikan, atau orang tua yang memiliki anak perempuan dan anak laki-laki akan merasakan benar perbedaan ini. Oleh karena itu, sekali lagi, pemaksaan pencampuran antara peserta didik laki=laki dan perempuan memang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan kelas yang baik untuk metoda, model dan pendidikan pembelajaran yang ideal. Ironisnya kelasd Nir hijap itu terjadi di sekolah sekolah muslim. Sekolah- sekolah Katolik justru masih mempertahankan sistem pemisahan pendidikan pria wanita. Kita dapat melihat beberapa contoh seperti Tarakanita, Santa Ursula, stelladuce, Don Bosco, De Brito, Bruderan dll.
Pendidikan yang mempertimbangkan cara kerja otak menjadi hal penting dalam upaya melahirkan generasi emas. Bagaimana strategisnya neurosains bagi kehidupan suatu bangsa suatu bangsa telah ditunjukan oleh Presiden Amerika Serikat George Bush dengan memprolmasikan "Decade of The Brain", terhitung mulai tanggal 1 Januari 1990, menjadi Dasa warsa dimana bangsa Amerika mengembangkan neurosains untuk menjaga keunggulan ilmu dan teknologinya dalam persaingan global. Decade of The Brain ini ditindak lanjuti oleh Presiden Barrack Obama dengan memprioritaskan proyek "pemetaan otak" (Brain Mapping) di tahun anggaran 2014, sehingga memungkinkaan negara mengidentifikasi kemmpuan perangkat otak bangsanya (brain ware) untuk tujuan tertentu.
Masalah "Otak" di Indonesia juga menjadi perhatian dalam dunia pendidikan kita untuk mengembangkan kualitas SDM Indonesia agar mempunyai daya saing dalam era global. sayangnya masalah "otak" yang dikembangkan di Indonesia bahkan yang dilakukan oleh lembaga-lembag komersial dengan bayaran selangit terjebak pada masalah "pseudoscience". Fragmentasi fungsi otak yang dikembangkan melalui teori otak kiri, otak kanan, otak tengah sangat bertentangan dengan fakta yang telah dibuktikan oleh neuroscient yakni Konsep Prietotemporalis integrated
Jujur dalam hati kecil penulis selalu ada pertanyaan, berbagai konsep pendidikan yang di copy paste dan dikampanyekan keunggulannya untuk diterapkan di sekolah-sekolah kita sesungguhnya terdapat “hiden agenda” yang bertujuan merusak dan untuk dikuasai generasi mendatang oleh kekuatan luar (illuminati) dengan mengkambing hitamkan Masalah gender, inclusifisme dam HAM. Sebab melalui klas campuran pria wanita, berbagai aktifitas pubertas yang melanggar norma hokum dan Ketuhanan, tinggal nunggu waktu saja, nunggu waktu sekolah sepi, dan itu telah banyak terjadi, termasuk disekolah-sekolah negeri dan mahkan Madrsag Tsanawiyah yang nota bene sekolah agama.