Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Berangkat Umroh Bermodal Tulisan

8 Mei 2012   08:49 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:33 345 1

Tulisan ini membawa saya pergi ke Mekah untuk menunaikan ibadah umroh, 21-30 April 2012 lalu, secara free of charge. Sekadar share untuk kawan-kawan di Kompasiana yang hobi menulis. Siapa mau menyusul?

Kebetulan, saya punya data tentang fluktuasi harga emas dari tahun 1997 hingga  2011, yang kemudian saya komparasikan dengan biaya haji dari tahun 1997 hingga 2011. Ternyata, meski biaya haji terus melonjak, emas yang dibutuhkan untuk membiayai haji (jika menggunakan emas) terus menurun. Pesan yang ingin saya sampaikan dari artikel yang saya buat, jika ingin pergi haji atau umroh, menabung emas adalah salah pilihan yang menguntungkan.

Berikut ini tulisan saya yang berhasil meraih hadiah utama umroh dengan juri Bpk Budiarto Shambazy (Wartawan Senior Harian Kompas), Ibu Hanifah Fibianti (Marcom Group Head BRI Syariah), dan Bpk Turada Lapian (Technical Advisor Perfect10 PR). Artikel ini pernah dimuat di Majalah Infobank edisi November 2011. ##

Tak Perlu Cemas Berbisnis Emas

Meski harga emas fluktuatif, namun untuk jangka panjang terus mengalami peningkatan signifikan. Inilah dasar keyakinan industri perbankan syariah saat membuka program kepemilikan dan gadai emas. Mengapa BI cemas?

Ada dua jenis bisnis berbasis emas yang saat ini sedang digalakkan industri perbankan syariah, yakni program kepemilikan emas dan gadai emas. Program yang baru diperkenalkan ini langsung mendapat sambutan positif dari masyarakat. Namun, hal ini justru membuat otoritas Bank Indonesia (BI) khawatir. Mengapa?

Kecemasan BI berangkat dari anjloknya harga emas di pasar dunia sebagai salah satu imbas dari kebijakan “Operation Twist” yang dikeluarkan Bank Sentral Amerika Serikat. BI berargumen, jika perbankan syariah terlalu jauh “bermain” emas, sangat berisiko jika tiba-tiba harga emas anjlok seperti baru-baru ini. Selain itu, BI khawatir pelaku perbankan syariah lupa pada “khitahnya” sebagai pelaku utama ekonomi syariah karena asyik bermain emas.

Sangat wajar BI selaku otoritas tertinggi perbankan nasional mengkhawatirkan masa depan perbankan syariah yang baru saja mengepakkan bisnisnya di Indonesia. BI berkewajiban mengawal langkah perbankan syariah agar tetap pada treknya. Untuk itu, “Berhati-hatilah.” Begitu warning BI kepada industri perbankan syariah nasional.

Jika dilihat dari sisi tanggung jawab, sangat beralasan jika Bank Sentral meminta perbankan syariah berhati-hati. Namun, kekhawatiran BI sebaiknya tak perlu berlebihan. Dalam catatan Biro Riset Infobank (birI), jika dirata-rata, harga emas setiap tahun mengalami kenaikan sekitar 20%. Tahun 1997, misalnya, harga emas per gram masih Rp28 ribu, setahun kemudian sudah melambung menjadi Rp75 ribu. Tahun 2001 naik lagi menjadi Rp120 ribu, dan 10 tahun kemudian sudah di angka Rp430 ribu.

Dari sisi nilai investasi, produk emas juga terus mengalami peningkatan secara signifikan. Sebagai pembanding, jika nasabah mengambil program kepemilikan emas untuk biaya haji, misalnya, meski tarif haji selalu naik tapi dari jumlah gram mengalami penurunan. Tahun 1997, misalnya, dibutuhkan sekitar 413 gram emas untuk biaya haji yang besarnya Rp9,1 juta. Tahun 2008, meski biaya haji berlipat menjadi Rp32,4 juta jumlah emas yang diperlukan justru turun menjadi 110,5 gram. Bahkan, tahun 2011, saat biaya haji menjadi Rp34 juta, cukup dengan menyediakan 78 gram emas.

Bahkan, kurs mata uang dunia pun mengalami penurunan terhadap emas. US$, misalnya, mengalami penurunan hingga 36% terhadap emas dalam dua tahun terakhir. Sementara, rupiah turun 28%. “Makanya, kita sangat yakin harga emas akan terus naik,” ujar Ventje Rahardjo, Direktur Utama BRI Syariah kepada Infobank, beberapa waktu lalu. BRI Syariah adalah salah satu bank syariah yang saat ini sedang gencar mensosialisasikan dan memasarkan produk berbasis emas, yakni Kepemilikan Logam Mulia (KLM) BRI Syariah.

Ada beberapa alasan yang diyakini industri perbankan syariah mengapa harga emas diprediksi akan terus naik. Antara lain, ekonomi dunia yang makin tak menentu, uncountrollable factors yang sangat tergantung political will kekuatan besar dunia, logam mulia yang akan tetap menjadi barang langka karena cadangan emas hanya bertambah 1,3% per tahun atau sebanding dengan pertambahan populasi penduduk bumi, eksplorasi sumber tambang baru yang tak mudah dan semakin mahal, dan faktor reusable (penggunaan kembali) yang tinggi.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun