Awal kisahnya seperti ini. Hari pertama, pada sesi pertama, menjadi pemapar pertama pada diskusi Big Idea di Makassar International Writer Festival (MIWF) 2013. Tempat diskusi sesi ini berlangsung di lantai dua bangunan yang menjadi centrum Benteng Jumpandang, sebuah ruangan lapang di atas ruang yang kenal dengan nama Gudang Peluru. Sebuah ruang yang dulu menjadi tempat beribadat. Kami duduk berempat ketika itu, masing-masing dua pembicara lain salah satunya Ridwan Alimuddin kami telah akrab sejak bertahun-tahun lalu, saya sering mampir ke rumahnya di Tinambung, di tanah Mandar. Diskusi dimoderasi seorang pemandu hebat, Maman Suherman, sungguh baru kali itu saya mengenalnya, padahal ia pembawa acara menghadirkan pesohor pada Kompas Teve, penulis buku Bokis yang masyur itu, caranya mengantar diskusi saya kagumi, mengalir meski ia mengaku belum puas dengan penampilannya saat pentas bersama kami. Kisah tentang perkenalan dengannya, Insya Allah saya akan bagi dalam kisah tersendiri.
Seperti biasa saya lebih senang berdiri memaparkannya, dibantu slide tanpa kata dan kalimat penjelas. Saya hafal batang, dahan, daun, bunga, dan buah setiap tanaman yang muncul dalam gambar, yang saya paparkan kali ini itu karena tanaman yang tampil seluruhnya saya tanam sendiri. Selain sosio-eko-kultural, saya sampaikan pula manfaat beberapa tanaman sebagai media penyembuh. Informasi ini yang ditangkap pembicara setelah saya.
Daeng Parewa, lebih dikenal luas dengan nama Krisna Pabichara. Sepatu Dahlan yang ditulisnya telah mengharumkan namanya. Tapi sangat sedikit yang tahu, selain Aan Mansyur yang ia akui menyemangatinya pada dunia menulis, sebatang tanaman bernama Gandi-gandi menjadi penyelamatnya hingga bisa bertahan hidup dan menjadi penulis.